Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Kementerian Perdagangan mengandalkan seller market products untuk menjaga kinerja ekspor dinilai hanya berlaku untuk jangka pendek, selebihnya transisi ke arah manufaktur wajib dilakukan.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai pendekatan ekspor dengan melihat potensi produk berpangsa pasar besar sah-sah saja dilakukan untuk menjaga performa jangka pendek. Namun, ekspor dengan pendekatan tersebut bisa berisiko untuk jangka panjang.
“Tren permintaan pada produk-produk tersebut bisa berubah nantinya setelah pandemi. Bisa saja yang pangsanya besar justru pertumbuhannya negatif,” ujar Faisal saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (23/7/2020).
Oleh karena itu, Faisal pun menyarankan agar pemerintah dapat terbuka pada produk-produk alternatif lain. Menurutnya, bukan tak mungkin produk dengan pangsa global yang kecil justru memiliki pertumbuhan ekspor yang positif.
Sebagai contoh, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor minyak nabati Indonesia cenderung menunjukkan tren penurunan 0,03 persen selama 2015-2019, padahal komoditas ini selalu menduduki peringkat dua terbesar penyumbang devisa ekspor nonmigas.
Pada 2019 lalu, nilai ekspor minyak nabati Indonesia mencapai US$17,63 miliar, atau turun 13,33 persen dibandingkan dengan 2018 yang menyentuh US$20,34 miliar.
Baca Juga
“Jadi yang perlu diperhatikan mungkin yang pangsanya tidak masuk 10 atau 20 terbesar, bisa saja pertumbuhannya positif,” tutur Faisal.
Lebih lanjut, identifikasi preferensi antara negara tujuan utama dan nontradisional pun perlu menjadi perhatian Indonesia. Faisal mengemukakan Indonesia tidak bisa hanya berpaku pada negara mitra utama dan mulai melirik peluang ekspor manufaktur ke negara-negara nontradisional yang penetrasinya masih minim.
Di sisi lain, proyeksi ekonomi juga menunjukkan bahwa mitra dagang utama Indonesia cenderung mengalami tekanan yang cukup berat akibat pandemi. Bahkan ekonomi kawasan Asean saja diprediksi tumbuh rendah usai pandemi.
“Jadi coba melihat negara nontradisional seperti negara Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan, mungkin ada tren yang berbeda,” ujarnya.