Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Biar Gak Kempes, Industri Ban Butuh Kredit Modal Kerja Nih

Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) menyatakan modal  kerja pabrikan ban nasional telah tergerus. Pasalnya, pabrikan tidak bisa mencairkan letter of credit (LC) di bank karena tertahannya produk ekspor di pabrikan.
Mengganti ban mobil. /Reuters
Mengganti ban mobil. /Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan modal kerja menjadi perhatian khusus industriwan pada paruh kedua 2020.

Hal tersebut dibutuhkan agar panrikan dapat menjaga jumlah tenaga kerjanya di masa rendahnya permintaan di dalam dan luar negeri.

Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) menyatakan modal  kerja pabrikan ban nasional telah tergerus. Pasalnya, pabrikan tidak bisa mencairkan letter of credit (LC) di bank karena tertahannya produk ekspor di pabrikan.

"Pasti kami [akan mengalami] cash drain. Oleh karena itu, biar kami bisa lancar perlu [fasilitas kredi dari] bank," kata Ketua Umum APBI Azis Pane kepada Bisnis, Senin (20/7/2020).

Adapun, pencairan LC tersebut menjadi penting lantaran 70 persen dari total produksi ban di dalam negeri dialokasikan untuk pasar ekspor.

Sementara itu, pasar purnajual di dalam negeri hanya menopang sekitar 23-25 persen dan pasar original equipment industri otomotif sekitar 5-7 persen.

Azis mengatakan hilangnya pasar ekspor selama pandemi membuat utilitas industri ban nasional anjlok. Pasalnya, saat ini industri ban hanya memenuhi pasar purnajual lokal.

Pihaknya mendata utilitas industri ban nasional saat ini berada di ambang batas atau di posisi 40 persen. "Kami harus memasok apa yang konsumen butuhkan bukan yang konsumen ingnkan,"

Azis berujar saat ini potensi cash drain tidak hanya dihadapi oleh pabrikan menengah, namun juga pabrikan besar. APBI belum menghitung nilai kredit yang dibutuhkan pabrikan untuk bertahan melalui 2020, namun jumlahnya setidaknya mencapai triliunan rupiah.

Selain kredit perbankan, Azis menyarankan lima hal lainnya yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi pasar ban domestik dan meningkatkan daya saing. Pertama, penyesuaian tarif gas ke level US$6/mmBTU sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016.

Kedua, penghapusan pajak penambahan nilai (PPn) sebsar 10 persen dalam pembelian karet alam sebagai bahan baku industri ban. Ketiga, penyetujuan revisi standar nasional indonesia (SNI) ban.

Azis menilai persetujuan revisi SNI tersebut penting sebagai insturmen perlindungan teknis industri ban. Selain itu, lanjutnya, SNI tersebut dapat menunjukkan kualitas produk ban lokal di pasar global.

"Persetujuan revisi ini melalui surat keputusan Menteri Perindustrian telah cukup lama ditunggu oleh APBI," ucapnya.

Keempat, persetujuan aturan good manufacturing product (GMP) untuk industri vulkanisir. Kelima, rekomendasi kepada asosiasi untuk mengumpulkan data produksi pabrikan setidaknya sejak 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper