Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Luar Negeri Naik 4,8 Persen, BI Klaim Strukturnya Masih Sehat

BI menegaskan sehatnya struktur utang ini ditopang oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Karyawati menghitung uang Rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Minggu (7/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menghitung uang Rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Minggu (7/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Utang dengan denominasi mata uang asing atau Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Mei 2020 tetap terkendali dengan struktur yang sehat.

Klaim tersebut disampaikan oleh Bank Indonesia (BI) dalam rilis, Jumat (17/7/2020).

Menurut data BI, ULN Indonesia tercatat sebesar US$404,7 miliar pada akhir Mei 2020, terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 194,9 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 209,9 miliar dolar AS.

Kepala Departemen Komunikasi Onny Widjanarko mengatakan ULN Indonesia tersebut tumbuh 4,8 persen (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2020 sebesar 2,9 persen (yoy)

"Ini dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta," tegas Onny dalam siaran pers, Jumat (17/7/2020).

Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan ULN berdenominasi Rupiah.

ULN pemerintah meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah pada akhir Mei 2020 tercatat sebesar 192,1 miliar dolar AS atau tumbuh 3,1 persen (yoy).

Onny memaparkan perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh arus modal masuk pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan tingginya daya tarik aset keuangan domestik, serta terjaganya kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia.

"Sentimen positif ini membawa pengaruh pada turunnya tingkat imbal hasil SBN sehingga biaya utang Pemerintah dapat ditekan," ujarnya.

Lebih lanjut, BI melihat pengelolaan ULN pemerintah dilakukan secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang saat ini dititikberatkan pada upaya penanganan wabah COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Sektor prioritas tersebut mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,4 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,4 persen), sektor jasa pendidikan (16,3 persen), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6 persen), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,6 persen).

Adapun, ULN swasta meningkat didorong ULN perusahaan bukan lembaga keuangan.

ULN swasta pada akhir Mei 2020 tumbuh sebesar 6,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,4 persen (yoy).

ULN perusahaan bukan lembaga keuangan meningkat sebesar 8,9 persen (yoy), di tengah kontraksi ULN lembaga keuangan sebesar 0,8 persen (yoy).

Beberapa sektor dengan pangsa ULN terbesar, yakni mencapai 77,3 persen dari total ULN swasta, adalah sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), dan sektor industri pengolahan.

Dengan data tersebut, BI mengklaim struktur ULN Indonesia tetap sehat.

Onny mengungkapkan kondisi ini didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Mei 2020 sebesar 36,6 persen, sedikit meningkat dibandingkan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 36,2 persen.

"Meskipun meningkat, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89,0 persen dari total ULN," kata Onny.

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, dia menegaskan BI dan pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

"Peran ULN juga terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper