Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Jepang mempertahankan suku bunganya di teritori negatif dan menyampaikan gambaran lebih suram tentang ekonomi tahun fiskal 2020.
Dalam pertemuan kebijakan yang berakhir Rabu (15/7/2020), Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga jangka pendeknya di -0,1 persen, target imbal hasil 10 tahun di kisaran nol, dan tidak mengubah pembelian asetnya.
Keputusan tersebut sejalan dengan sekitar 96 persen ekonom yang memperkirakan BOJ tidak akan menambah stimulusnya dalam pertemuan itu.
Dengan demikian, BOJ telah menahan diri dari melancarkan tindakan kebijakan lebih lanjut dalam dua pertemuan reguler terbarunya.
Pada masa awal pandemi, BOJ memperluas pembelian obligasi korporasi dan dana saham, serta berjanji untuk membeli utang pemerintah sebanyak yang diperlukan untuk menjaga imbal hasil rendah.
Meski kebangkrutan meningkat 6,3 persen pada Juni dari tahun sebelumnya dan pengangguran naik menjadi 2,9 persen pada Mei, data menunjukkan bahwa upaya BOJ dan pemerintah telah membantu membatasi kerusakan akibat krisis.
Baca Juga
Peningkatan dalam tingkat pengangguran jauh lebih kecil dari lonjakan yang terlihat di negara maju lainnya.
“Untuk saat ini saya memperkirakan BOJ akan tetap dalam sikap wait and see. Tentu saja, jika ada gelombang kedua infeksi Covid-19, BOJ harus memikirkan responsnya, tetapi untuk saat ini mereka sudah melakukan semua yang mereka bisa,” ujar Masaki Kuwahara dari Nomura Securities.
Selain mempertahankan suku bunga, BOJ memproyeksi ekonomi akan terkontraksi 4,7 persen untuk tahun fiskal 2020 yang berjalan hingga Maret 2021.
Proyeksi ini lebih suram dari perkiraan yang dibuat pada April untuk kontraksi antara 3 persen dan 5 persen. Meski demikian, ekonomi Jepang diramal akan rebound dan berekspansi 3,3 persen pada tahun fiskal 2021.
Keputusan dan proyeksi terbaru ini mengindikasikan bahwa BOJ, seperti halnya bank sentral lain, tengah menggali pola kebijakan yang sudah lama dipegang sembari tetap mengawasi perkembangan virus, solvabilitas perusahaan, pengangguran, dan stabilitas pasar.
“Ekonomi jauh dari normalisasi. BOJ berupaya untuk memantau efektivitas langkah-langkah kebijakan saat ini. Tapi BOJ tidak dalam posisi untuk mengambil tindakan tambahan seperti memperdalam suku bunga negatifnya, yang akan menyebabkan efek samping,” terang Ekonom di Okasan Securities Nobuyasu Atago.
Sementara itu, terkait inflasi, BOJ memperkirakan harga akan turun 0,5 persen pada tahun fiskal ini, sekitar pertengahan dari kisaran yang disampaikan pada kuartal lalu.
BOJ juga mengatakan masih melihat pertumbuhan harga kembali pada tahun fiskal berikutnya, tetapi tidak memproyeksikan inflasi naik mendekati target 2 persen untuk masa mendatang.
Ini menjadi petunjuk lain bahwa Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda dan segenap pembuat kebijakan sangat kecil kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebelum masa jabatannya berakhir pada April 2023.
“Penilaian BOJ tentang ekonomi dan proyeksinya menunjukkan perjalanan yang berat pada tahun fiskal hingga Maret 2021, tetapi dengan rebound untuk pertumbuhan pada tahun depan,” ujar Ekonom Bloomberg, Yuki Masujima.
“Ini mengasumsikan tidak adanya kemunduran besar bagi ekonomi akibat gelombang kedua infeksi Covid-19 di Jepang atau di luar negeri,” jelasnya.