Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalung Antivirus Corona, Rachmat Gobel: Peluang Besar untuk Industri Obat Herbal

Wakil Ketua DPR RI ini menilai semua pihak bisa melihat sisi positif atas kemampuan anak bangsa menghasilkan produk obat herbal asli Indonesia.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan generasi ketiga keturunan Nyonya Meneer Charles Saerang/Chamdan Purwoko
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan generasi ketiga keturunan Nyonya Meneer Charles Saerang/Chamdan Purwoko

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel mengapresiasi, pemerintah dan lembaga, serta berbagai pihak yang kompeten melakukan kajian produk obat herbal untuk melawan virus korona.

Dia juga memuji upaya yang sedang dilakukan dan dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui produk kalung antivirus Corona berbahan dasar eucalyptus (minyak kayu putih), yang sedang menuai polemik.

Pasalnya, segala upaya itu bukan saja memberi harapan masyarakat bisa segera memasuki kehidupan normal, tetapi juga peluang besar membangun industri obat herbal berbasis kekayaan sumber daya tanaman obat Indonesia.

“Sebagai anak bangsa, maupun legislatif, saya optimis terhadap kemampuan kajian dan penelitian para ahli farmasi Indonesia. Kajian mereka terbukti dan terus berkembang dari tahun ke tahun. Bahkan, hasil penelitian itu berhasil dikembangkan dan diproduksi secara industri,” ujarnya, Selasa (14/7).

Rachmat mengatakan, dirinya pernah membuktikan besarnya prospek obat herbal di pasar internasional, saat pelaku usaha dan industri Indonesia melakukan pameran di Rusia.

Menurutnya respon masyarakat Eropa, khususnya Rusia begitu besar sehingga produk yang dibawa habis di arena pameran dan terjadi pembukaan kontrak pembelian oleh beberapa pengusaha besar disana.

Rachmat berharap, semua pihak bisa melihat sisi positif atas kemampuan anak bangsa menghasilkan produk obat herbal asli Indonesia.

Menurutnya produk itu memang tetap harus dibuktikan, diuji, dan dikembangkan lebih jauh efektivitasnya untuk kepentingan lebih besar. Namun dalam kondisi yang berkejaran dengan waktu seperti sekarang hingga ditemukannya vaksin, maka paling tidak ada satu optimisme untuk mengantisipasi potensi terjadinya pandemi gelombang kedua.

Selain itu, menurutnya, penemuan ini juga harus dilihat sebagai salah satu upaya mengatasi membanjirnya obat herbal impor ke pasar Indonesia.

“Kita selama ini begitu yakin terhadap produk impor, tetapi meragukan kemampuan produk anak bangsa padahal kita juga bisa,” tegasnya.

Menurutnya Indonesia sangat mampu karena kaya akan tanaman herbal, namun karena berbagai kepentingan dan kendala yang ada selama ini sehingga tidak berkembang dan dimanfaatkan secara optimal.

Padahal prospek industri herbal ke depan sangat menjanjikan. Apalagi di tahun-tahun mendatang trend gaya hidup ramah lingkungan, maka penggunaan obat herbal akan semakin berkembang.

Data Ditjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Indonesia mempunyai sekitar 30.000 varietas tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai formula obat herbal oleh pelaku industri jamu dan obat tradisional. Pengembangan ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mendukung perekonomian nasional.

Sementara berdasarkan data Kemenperin, saat ini ada sekitar 1.200 pelaku industri jamu, dari jumlah itu ada sekitar 129 usaha yang masuk masuk kategori industri. Sisanya merupakan industri berskala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terklasifikasi menjadi Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT).

Pada 2019 lalu, industri ini tercatat tumbuh diatas 6 persen atau jauh di atas rata-rata pertumbuhan sektor industri nasional, sehingga potensial sebagai mesin ekonomi, penyedia lapangan kerja yang besar, dan menekan substitusi impor.

“Prospek industri berbasis tanaman herbal ini harus mendapat prioritas kebijakan pemerintah. Bahkan, kemampuan Balitbang dari lembaga terkait, baik pemerintah maupun swasta harus didukung sepenuhnya,” kata Rachmat.

Sebagai industri kreatif, salah satu kunci keberhasilan pengembangannya terletak kolaborasi yang yang kuat antara kalangan peneliti, pemerintah, dan industri dalam program riset dan pengembangan atau dikenal juga dengan istilah triple helix.

“Kerjasama triple helix ini betul-betul harus terwujud, bukan sebatas konsep saja seperti selama ini. Untuk itu, harus ada kebijakan yang kondusif dari pemerintah untuk meningkatkan peran peneliti dan industri dalam menerapkan triple helix," ujarnya.

Menurutnya peran pemerintah dalam menjembatani kolaborasi tersebut sangat penting seperti insentif bagi industri dan peneliti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper