Bisnis.com, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan kondisi industri mebel akan membaik pada paruh kedua 2020.
Adapun, optimisme tersebut datang dari membaiknya roda perekonomian di China. Asosiasi menilai perbaikan roda perekonomian tersebut akan menggerakkan permintaan produk olahan kayu di pasar global, salah satunya furnitur.
"Tentu menggeliatnya perekonomian China berdampak atas supply bahan baku dan barang jadi yang tidak bisa ditutup oleh industri dalam negerinya. Termasuk permintaan ke Indonesia atas kayu olahan dan barang dari kayu lainnya," ujar Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur kepada Bisnis, Selasa (14/7/2020).
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mendata Prompt Manufacturing Index (PMI) sektor produk kayu olahan dan hasil hutan lainnya bberada di posisi 19,75. Angka tersebut merupakan titik PMI sektor produk kayu olahan dan hasil hutan lainnya setidaknya sejak 2017.
Namun demikian, BI meramalkan PMI produk kayu olahan dan hasil hutan lainnya akan membaik ke level 39,71 pada kuartal III/2020. Sour sependapat dengan ramalan tersebut lantaran pemulihan perekonomian negara tujuan ekspor diprediksi terjadi pada waktu yang sama.
Sobur menyatakan pemulihan industri furnitur nasional akan bergantung dari pemulihan negara tujuan ekspor dari pandemi Covid-19. Pasalnya, permintaan industri furnitur nasional mayoritas berasal dari pasar global hingga 90 persen.
Baca Juga
Selain China, Sobur menilai Jepang mulai menunjukkan keberhasilan dalam penanganan Covid-19. Sementara itu, lanjutnya, pemulihan negara utama tujuan ekspor lainnya, Amerika Serikat, masih 'melata'.
Sobur menyampaikan persoalan utama yang dihadapi industri furnitur nasional adalah permintaan dari negara tujuan ekspor.
Namun demikian, pihaknya optimistis keadaan industri furnitur akan membaik pada semester II/2020 lantaran periode tersebut dinilai seagai masa transisi hingga ditemukannya vaksin Covid-19.
"Artinya dunia berpandangan sama. Ekonomi akan mengalami pemulihan efektif pada tahun 2021, [sedangkan] semester II/2020 dianggap masa transisi," ucapnya.
Sebelumnya, Sobur menilai wabah Covid-19 akan menimbulkan krisis yang lebih dalam dibandingkan krisis pada 1998. Pasalnya, ujarnya, krisis 1998 merupakan krisis yang berasal dari dalam negeri yang bisa dikendalikan, sedangkan kali ini faktor utamanya berada di luar negeri yang tidak bisa dikendalikan.
Untuk selanjutnya, Sobur berujar asosiasi akan berencana untuk mengubah komposisi orientasi industir furnitur nasional. Menurutnya, pabrikan orentasi ekspor akan diperkecil dari saat ini sebanyak 95 persen menjadi 30 persen, sedangkan selebihnya diarahkan untuk memasok pasar domestik.
"Indonesia punya market yang besar. Perusahaan furnitur lokal harus mempelajari market domestik. Jadi, kalau ada goncangan di luar, akan tetap tahan," ujarnya.