Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi kewenangan penerbitan sertifikasi produk halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) masih menunjukkan sejumlah persoalan, salah satunya mengenai kerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VIII DPR dengan Kepala BPJPH Sukoso, Selasa (14/7/2020).
Seperti diketahui, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) seharusnya mulai pada Oktober tahun lalu jika mengacu pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH.
Namun, ketiadaan peraturan menteri keuangan (PMK) soal tarif sertifikasi halal dan minimnya auditor halal menjadi penyebab lembaga ini tidak bisa beroperasi.
“Kami menunggu [terbitnya] PMK untuk menetukan tarif dalam bentuk dokumen resmi. Untuk LPH [lembaga pemeriksa halal], kami berharap uji kompetensi [auditor halal] disegerakan karena kami sudah melakuka pendekatan dengan MUI,” kata Kepala BPJPH Sukoso di DPR, Selasa (14/7/2020).
Dia pun mengamini bahwa pihaknya mengalami kebuntuan dalam berkoordinasi dengan MUI perihal uji kompetensi auditor halal ini. Pasalnya, untuk mendirikan LPH di daerah dibutuhkan minimal 3 orang auditor halal.
Baca Juga
“Kami sudah melakukan pendekatan bersurat secara formal [ke MUI], kami menembus dengan dialog [surat tidak dibalas],” tekannya.
Hingga saat ini, baru PT Sucofindo yang telah resmi menjadi LPH dengan anggota auditor sebanyak enam orang.
Sementara itu, anggota DPR Fraksi Partai GOLKAR Ace Hasan Syadzily mengkritik ketidaktegasan BPJPH dalam menjalankan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH.
“Saya kok tidak melihat ada progress akseleratif [dari BPJPH]. Yang ada KMA [Keputusan Menteri Agama] yang menetapkan satu-satunya kembali MUI. Kalau kayak gitu buat apa ada UU [JPH] ini, kalau operasional jaminan produk halal dipegang MUI,” jelasnya.
Menurutnya, semangat UU JPH tersebut adalah membuka pintu lebar-lebar bagi perguruan tinggi, BUMN, BUMD, atau lembaga lainnya yang berkompeten untuk ikut serta dalam sertifikasi jaminan halal.
“Mesti ada ketegasan, pola kerjasama antara BPJH sebagai leading sector dan dengan MUI. Harusnya BPJH bisa lebih tegas. Revisi UU Cipta Kerja juga menegaskan bahwa sekarang LPH harus terbuka kepada organisasi atau perguruan tinggi yang punya kompetensi,” tambahnya.