Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan mandatori sertifikasi halal yang diatur dalam Undang – Undang (UU) No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) seharusnya bisa dipertimbangkan kembali oleh pemerintah.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani mengatakan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk yang masuk dan diedarkan di Indonesia cenderung dipaksakan terlihat dari ketidaksiapan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Dia menyebut hingga kini badan yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) itu belum sepenuhnya menjalankan tugasnya.
“UU itu pada dasarnya dipaksakan, tiba-tiba dikeluarkan begitu saja tanpa pembahasan yang matang pada 2014. Akhirnya apa, semuanya dipaksa dan penyelenggaranya, yaitu BPJPH juga sampai sekarang belum siap,” katanya ketika dihubungi oleh Bisnis, Selasa (21/01/2020).
Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal seharusnya diwajibkan bagi pelaku usaha yang memang mengklaim produk mereka adalah produk halal. Menurutnya, proses sertifikasi tersebut bisa menganggu jalannya kegiatan usaha lantaran membutuhkan waktu yang tidak sebentar, terlebih harus ada fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Seharusnya ya voluntary saja, bagi mereka yang memang mengklaim produknya adalah produk halal. Kalau semuanya dipaksa untuk disertifikasi halal prosesnya berapa lama dan kapan seluruhnya bisa selesai? Bisa dilihat berapa banyak yang harus disertifikasi dan menunggu fatwa dari MUI,” tuturnya.
Adapun, terkait dengan beredarnya draft (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang didalamnya menghilangkan kewajiban sertifikasi halal, Hariyadi enggan memberikan komentar lebih lanjut. Dia hanya menyebut masih menunggu draft resmi dari pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
“Draft resminya belum ada kan, belum diserahkan juga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). [Draft] yang beredar itu bisa saja hoaks kan,” ujarnya.
Berdasarkan draft yang diperoleh Bisnis.com pada Selasa (20/01/2020), tercantum dalam Pasal 552 bahwa empat pasal dalam UU No. 33/2014, yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, dan Pasal 44 akan dihapuskan bersama puluhan pasal dalam UU lainnya.
Pasal 4 merupakan pasal yang mengatur kewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk yang masuk dan beredar di Indonesia.
Namun, Hariyadi menyambut baik rencana penyesuaian sejumlah pasal dalam UU No. 33/2014 yang diungkapkan oleh Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki. Adapun, pasal yang dimaksud antara lain Pasal 1, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 22, Pasal 27-33, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58.
“Ya bagus kalau memang mau ada penyesuaian kembali, apalagi yang terkait dengan sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak mengajukan sertifikasi halal itu. Sanksinya jadi administratif atau pembinaan kan itu bagus,” katanya.
Diketahui melalui RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pemerintah akan mengubah pendekatan mandatori sertifikasi halal. Pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif yang menghindari sanksi pidana atau hanya memberikan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar.