Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia mencatatkan kinerja sektor industri pengolahan terkontraksi lebih dalam pada kuartal kedua tahun ini.
Penurunan tersebut tercermin dari prompt manufacturing index (PMI) Bank ndonesia sebesar 28,55%, turun dari 45,64% pada kuartal I/2020. Sementara PMI-BI pada kuartal II/2019 tercatat sebesar 52,66%.
Kontraksi PMI pada kuartal II/2020 terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI Bank Indonesia. Kontraksi paling dalam terjadi pada komponen volume produksi sejalan dengan menurunnya permintaan akibat pandemi Covid-19.
Volume produksi tercatat mengalami kontraksi yang cukup dalam dengan indeks sebesar 25,36%. Ini merupakan indeks yang terendah dalam tiga tahun terakhir.
Pada kuartal III/2020, volume produksi diperkirakan akan membaik meski masih dalam fase kontraksi sebesar 47,98%, seiring dengan perbaikan pada volume pesanan barang input di triwulan III-2020
Sementara secara sektoral, seluruh subsektor mencatatkan kontraksi pada kuartal II/2020 dengan kontraksi terdalam pada subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki.
Baca Juga
Subsektor tekstil, barang kulit & alas kaki tercatat berada pada level 19,10%, diikuti sub sektor barang kayu & hasil hutan lainnya pada level 19,75 dan kertas dan barang cetakan dengan level 24,11%.
Pada kuartal III/2020, kinerja seluruh subsektor industri pengolahan diperkirakan akan meningkat meski masih terbatas dan tetap berada pada fase kontraksi.
Beberapa sub sektor dengan perkiraan indeks PMI-BI tertinggi pada periode tersebut adalah pupuk, kimia dan barang dari karet (49,65%), serta makanan, minuman, dan tembakau (48,42%).
Membaiknya kinerja subsektor makanan, minuman dan tembakau diperkirakan karena pelonggaran pembatasan di sejumlah daerah dan masuknya era normal baru sehingga mendorong permintaan masyarakat.
Sementara di sisi lain subsektor barang kayu dan hasil hutan lainnya diperkirakan masih mengalami kontraksi terdalam.