Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah didorong untuk menggandeng para pengembang menengah dalam mengatasi backlog atau defisit perumahan.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa hanya menggandeng para pengembang besar untuk turun serta mengatasi backlog hunian.
Pasalnya, yang perlu diperhatikan adalah umumnya pengembang yang terbiasa membangun rumah kelas menengah atas akan kesulitan membangun rumah sederhana karena pengawasan mutunya akan berbeda dan belum tentu semua mau.
"Yang bisa dilakukan pengembang besar bermitra dengan pengembang menengah," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (9/7/2020).
Dia berharap agar pemerintah juga menggandeng para pengembang menengah untuk mengatasi backlog perumahan. Hal itu dikarenakan saat ini para pengembang menengah ini memiliki andil besar dalam program sejuta rumah dan bukan pengembang besar.
"Mereka bisa bermitra dengan dukungan lahan atau modal dari yang besar," kata Ali.
Baca Juga
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya Indra Utama berpendapat bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), menengah, dan kaum milenial makin terancam tidak memiliki hunian.
Hal ini dikarenakan harga rumah susun atau apartemen yang sudah terbilang tinggi.
"Saat ini rerata harga apartemen, hunian vertikal sudah berada di harga Rp26 juta per meter, ini sudah tinggi banget," ucapnya.
Menurutnya, persoalan menahun ini masih terus terjadi. Setiap tahun, jumlah rumah yang dibangun tidak pernah lebih dari sejuta unit.
Dia menilai situasi ini terjadi saat harga tanah dan material bangunan terus naik setiap tahun. Saat ini saja harga material bangunan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan menengah (MBM) juga sudah sama degan masyarakat menengah atas.
"Pemerintah bisa melakukan intervensi. Salah satunya mengatur harga material untuk MBM dan MBR. Pemerintah juga seharunya mengontrol harga tanah agar tidak terus naik," tutur Indra.