Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akhirnya, Pemerintah dan BI Sepakati Burden Sharing untuk Pemulihan Ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah telah memperlebar defisit APBN 2020, dari semula 1,76 persen PDB menjadi 6,34 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan kepada tim Bisnis Indonesia saat wawancara eksklusif di Jakarta, Jumat (22/11/2019). Bisnis/Abdullah Azzam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan kepada tim Bisnis Indonesia saat wawancara eksklusif di Jakarta, Jumat (22/11/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan bersama dengan Bank Indonesia akhirnya menyepakati skema burden sharing dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah telah memperlebar defisit APBN 2020, dari semula 1,76 persen PDB menjadi 6,34 persen.

Skema tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kedua antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dan Deputi Gubernur BI.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan burden sharing antara pemerintah dengan BI ini akan dilakukan dengan prudent, menerapkan tata kelola yang baik, serta transparan dan akuntabel.

Skema burden sharing juga berpegang pada beberapa prinsip utama yaitu menjaga fiscal space dan sustainability dalam jangka menengah, menjaga kualitas defisit APBN yang ditujukan untuk belanja yang produktif dan mendukung penurunan defisit APBN secara bertahap menjadi di bawah 3% mulai tahun 2023.

"Pemerintah memahami defisit meningkat luar biasa, tentunya menciptakan tekanan yang besar kepada fiskal. Di sisi lain pasar surat berharga global dan domestik mengalami gejolak karena Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah bersama dengan BI menyepakati ada mekanisme burden sharing yang bisa dipertanggungjawabkan secara baik," katanya dalam konferensi pers virtual, Senin (6/7/2020).

Sri Mulyani menjelaskan, skema burden sharing didasarkan pada kelompok penggunaan pembiayaan untuk public goods dan non-public goods.

Pembiayaan public goods menyangkut hajat hidup orang banyak, terdiri dari pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda.

Sedangkan pembiayaan untuk non-public goods yang menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Korporasi non-UMKM, dan non-public goods lainnya.

Untuk pembiayaan public goods, beban akan ditanggung seluruhnya oleh BI melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan mekanisme private placement dengan tingkat kupon sebesar BI reverse repo rate, di mana BI akan mengembalikan bunga/imbalan yang diterima kepada pemerintah secara penuh.

Sementara itu, pembiayaan non-public goods untuk UMKM dan Korporasi non-UMKM, akan ditanggung oleh pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI berkontribusi sebesar selisih bunga pasar (market rate) dengan BI reverse repo rate 3 bulan dikurangi 1%.

Sementara, untuk pembiayaan non-public goods lainnya, beban akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah sebesar market rate.

"Dengan demikian, pembiayaan non-public-goods tetap dilakukan melalui mekanisme pasar (market mechanism) dan BI bertindak sebagai standby buyer/last resort sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Pertama tanggal 16 April 2020," jelasnya.

Sebagai ilustrasi, untuk kelompok public goods, pemerintah menerbitkan SBN kepada BI dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate. Sesuai tanggal jatuh tempo SBN, pemerintah membayar bunga kepada BI. Selanjutnya, pada hari yang sama BI akan mengembalikan bunga kepada pemerintah sebagai kontribusi BI sesuai skema burden sharing.

Jenis dan karakteristik SBN yang diterbitkan adalah jangka panjang, tradable dan marketable, dengan memperhatikan profil jatuh tempo utang. Pembelian SBN oleh BI akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan pembiayaan APBN dan kebutuhan riil program PEN.

Sri Mulyani menjelaskan, penerapan skema burden sharing bukan merupakan hal baru dan tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Skema ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain, seperti Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Thailand. Negara-negara tersebut terbukti dapat tetap menjaga tingkat inflasi dan nilai tukar meskipun menggunakan skema burden sharing ini.

Selain itu berdasarkan laporan Bank of International Settlement (BIS) yang dipublikasikan tanggal 2 Juni 2020 disebutkan bahwa bank sentral di beberapa negara berkembang juga berperan sebagai last resort, seperti Mexico, Hungaria, Filipina dan Turki.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper