Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menyatakan sebagian pabrikan kaca lembaran telah menikmati tarif gas di level US$6 per mmBTU. Namun demikian, kecepatan penurunan kini menjadi genting.
Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan mengatakan penurunan tarif gas yang diterima pabrikan akan proporsional dengan hasil penandatanganan surat kesepahaman (letter of agreement/LoA) antara industri hulu dan hilir gas. Dengan kata lain, ada potensi perbedaan detil kontrak gas yang didapatkan pabrikan antara yang tertera pada Keputusan Menteri ESDM No. 89k/2020 dengan kontrak tersebut.
"Besaran proporsional tersebut berbeda per daerah kerja, misalnya Jawa bagian barat berbeda dengan Jawa bagian timur," katanya kepada Bisnis.com, Senin (6/7/2020).
Yustinus menyatakan hingga saat ini baru ada dua pabrikan yang sedang dalam tahap final untuk menikmati tarif gas US$6 per mmBTU. Adapun, Keputusan Menteri ESDM No. 89k/2020 melampirkan ada 16 pabrikan kaca yang berhak mendapatkan penurunan tarif gas dengan kebutuhan gas tahun ini sebesar 315,05 BBTUD.
Industri kaca mendapatkan gas hanya dari dua pabrikan hilir yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (15 pabrik) dan PT Bayu Buana Gemilang (1 pabrik). Dengan kata lain, PGN menyalurkan 98,09 persen gas alam ke industri kaca lembaran.
Yustinus berpendapat seharusnya seluruh industri hulu telah meneken LoA dengan industri hilir pada saat ini. Pasalnya, kecepatan penurunan tarif gas berbanding lurus dengan pemulihan ekonomi pada sektor manufaktur.
Baca Juga
"Harga US$6 tetap berlaku surut mulai 13 April 2020. Teknis penagihan atau koreksinya sedang diformulasikan dengan masing-masing pabrikan," ucapnya.
Artinya, penerapan tarif US$6 per mmBTU bagi industri kaca lembaran telah terlambat setidaknya 3 bulan. Selain itu, Yustinus berujar masih belum ada kepastian kapan seluruh pabrik kaca lembaran dapat menikmati tarif gas US$6 per mmBTU. "Sangat tergantung pada industri hulu gas."
Yustinus menilai revisi PJBG terkait penurunan tarif gas harus dilakukan pada bulan ini agar pabrikan kaca lembaran dapat bertahan. Pasalnya, lanjutnya, arus kas rata-rata pabrikan hanya tersedia untuk melakukan proses produksi hingga Juli 2020.
Seharusnya, menurut Yustinus, arus kas pabrikan kaca lembaran hanya dapat bertahan hingga Juni 2020. Namun demikian, turunnya permintaan di pasar domestik mebuat pabrikan dapat memperpanjang nafas arus kas tersebut.
"Kepastian [volume gas] penting sekali sehingga bisa mengatur jumlah produksi, kebutuhan bahan baku, dan kebutuhan tenaga kerja. Konstelasi [pembeli global] sekarang, pasti habis [penurunan tarif gas dan relaksasi PSBB] mau cepat-cepat deal [kontrak baru]," ucapnya.