Bisnis.com, JAKARTA - PT Hutama Karya (Persero) mengusulkan sejumlah relaksasi untuk industri konstruksi guna meringankan beban kontraktor di tengah suasana pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk membendung penyebaran virus telah membuat banyak proyek yang berjalan tertunda. Sejumlah proyek yang akan dilelang juga ikut ditunda.
Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto mengatakan di tengah iklim industri yang cukup sulit, perseroan berharap pemerintah memberikan keringanan untuk pelaku usaha di sektor jasa konstruksi.
Dia mengusulkan penetapan uang muka untuk proyek kembali ditetapkan 25 persen. Saat ini uang muka untuk proyek ditetapkan maksimum 15 persen. Hal ini memberatkan pelaku usaha karena kebutuhan modal kerja bisa mencapai 20 persen—25 persen di awal proyek.
Selain itu, dia mengharapkan pemerintah juga menghilangkan status wajib pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada sektor konstruksi. Pasalnya, dengan aturan itu, perseroan harus membayar Ppn 10 persen atas setiap sub kontraktor yang menjadi mitra.
“Jadi pada waktu kami sudah menalangi, kami juga kena Ppn 10 persen tadi dan restitusinya lama. Sehingga memengaruhi cash flow kami, kami juga dikenai retensi 5 persen, ini bentuknya cash. Padahal dari lapkeu kami rata-rata keuntungan bersih kami hanya 5 persen juga, jadi habis [untuk bayar pajak] pak,” jelasnya Budi Harto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Rabu (1/7/2020).
Baca Juga
Di sisi lain, dia menyatakan pihaknya juga tengah mengupayakan usulan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final dari 3 persen menjadi sekitar 2 persen. Menurutnya, aturan saat ini tidak cukup adil untuk sektor konstruksi.
“Jadi kami terima penjualan langsung dipotong 3 persen, sementara bisnis di luar jasa konstruksi tidak final, tapi sesuai keuntungan nanti. Jadi mereka bisa membayar satu tahun kemudian, kami tidak bisa begitu,” jelasnya.