Bisnis.com, JAKARTA - Pemberian batasan nilai transaksi dan jumlah traffic penunjukkan pemungut PPN PMSE ditujukan supaya skema pemungutan PPN bisa dilakukan secara optimal oleh pelaku produk digital dari luar negeri.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan dari sosialisasi yang sudah dilakukan serta one on one meeting dari para pelaku, kebanyakan dari mereka memang akan tercakup dengan batasan tersebut, dan mereka sudah siap untuk melaksanakan skema ini.
"Selain memanfaatkan data internal kami, juga beberapa data eksternal bisa menjadi rujukan apabila diperlukan," kata Yoga kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).
Yoga menjelaskan beberapa isu teknis telah dibahas dengan pelaku PMSE seperti kesiapan IT, invoicing, cara penyetoran dan pelaporan, dimana sudah diakomodir dalam Perdirjen 12/2020 tersebut.
Dia mencontohkan untuk invoice bagi pembeli di Indonesia yang statusnya PKP, tidak harus mencantumkan NPWP tapi cukup surat elektronik atau surel pembeli yang terdaftar dalam sistem informasi DJP.
"Ini sangat membantu karena pelaku usaha luar negeri tidak harus mengubah aplikasi invoicing mereka tetapi dengan sistem yang ada mereka bisa melaksanakan skema ini," jelasnya.
Baca Juga
Terkait baseline yang dibatasi di angka Rp600 juta dan 12.000 traffic, Yoga menyebut jika dipadankan dengan impor BKP berwujud, pemungutan PPN impor sama sekali malah tidak ada threshold (ambang batas)
Namun untuk produk digital ini, pihaknya masih membuat threshold karena harus ada administrative effort bagi pelaku usaha yang ditunjuk. Namun demikian, threshold itu tidak terlalu tinggi karena ke depan DJP ingin mencakup sebanyak mungkin pelaku usaha digital dari luar negeri.
"Ini untuk memastikan level playing field dengan produk berwujud serta produk digital dalam negeri," pungkasnya.