Selain lobster, ada 2 spesies penting lainnya yang kurang mendapatkan perhatian publik, yaitu kepiting dan rajungan, padahal nilai ekspornya menduduki peringkat 4 besar komoditas hasil perikanan.
Dalam Permen KP ini, penangkapan dan atau pengeluaran kepiting (Scylla spp.) dengan Harmonized System Code 0306.33.00 untuk kepentingan konsumsi di atau dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan ukuran karapas kepiting yang boleh ditangkap dan keluar dari wilayah RI tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada abdomen luar, minimum 12 cm, atau beratnya di atas 150 gram per ekor.
Khusus untuk budi daya kepiting soka di dalam negeri dapat dilakukan dengan ketentuan kuota dan lokasi penangkapan kepiting sesuai hasil kajian dari Komnas Pengkajian Sumber Daya Ikan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan tangkap dan hanya kepiting jantan yang boleh ditangkap dengan ukuran berat minimal 60 gram per ekor.
Di samping itu, pembudi daya kepiting soka juga wajib terdaftar di Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, dan paling lambat pada tahun ketiga pembudi daya kepiting soka harus memiliki sarana dan prasarana pembenihan yang telah menghasilkan benih kepiting.
Pembenihan kepiting membutuhkan jaminan pasokan induk kepiting unggul sehingga seharusnya ada aturan khusus yang membolehkan penangkapan induk kepiting baik jantan maupun betina dari alam, dan dipastikan tidak akan mengganggu kelestarian sumber daya karena jumlah induk kepiting yang dibutuhkan relatif sedikit.
Sebagai gambaran, 1 ekor induk kepiting bertelur kira-kira 1,5 juta hingga 6 juta (FAO Mud Crab Aquaculture A Practical Manual). Jadi 1 unit hatchery dapat memproduksi hanya membutuhkan beberapa ekor induk kepiting untuk menghasilkan 2 juta ekor crablet per siklus. Melalui pembenihan kepiting diharapkan produksi meningkat dengan SR (survival rate) Z1 sampai crablet relatif lebih tinggi berikisar 3%-7% bahkan Vietnam sudah berhasil konsisten 10%-15% (Asian J Agric & Biol 2019).
Dengan adanya kewajiban pembenihan kepiting, kelestarian sumber daya akan lebih terjaga dibandingkan jika dibiarkan di alam yang tingkat hidupnya relatif rendah hanya kurang dari 0,5%.
Untuk mendorong percepatan budi daya kepiting nasional sebaiknya semua kepiting hasil budi daya yang berasal dari pembenihan tidak perlu dibatasi, baik dari sisi ukuran, jenis kelamin, maupun dalam kondisi bertelur, agar hasil budi daya kepiting dapat dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi, misalnya baby crab snack (aburaya tamago kani)
Di sisi lain, kriteria menghasilkan benih kepiting perlu diperjelas dalam aturan petunjuk pelaksanaannya untuk menjawab pertanyaan yang belum dijelaskan dalam Permen KP 12/2010, misalnya berapa target jumlah dan ukuran benih kepiting (crablet) yang harus dihasilkan oleh pembudidaya kepiting soka? Umur berapa hari benih kepitingnya yang akan dilepasliarkan ke alam?
Tidak sekadar mewajibkan pembudi daya kepiting soka untuk memproduksi benih kepiting, ada 2 tahap krusial yang terlewatkan yaitu tahap pendederan crablet dan pra-pembesaran untuk menghasilkan bibit kepiting dengan ukuran yang siap dibudidayakan menjadi kepiting soka minimal 60 gram.
Untuk meningkatkan produksi dan menjaga kelestarian kepiting, Kementerian Kelautan dan Perikanan Cq. Dirjen Perikanan Budidaya diharapkan mengambil peran strategis sebagai lokomotif dalam mengisi kekosongan segmentasi usaha pendederan dan pra-pembesaran, sehingga mendorong investasi budi daya kepiting nasional berkembang pesat, sekaligus menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan devisa ekspor yang sangat dibutuhkan negara pada masa pandemi Covid ini.
Sebagai negara kepulauan yang memiliki hutan bakau yang sangat luas, maka potensi pengembangan budi daya kepiting sangat terbuka lebar, baik penggemukan, pembesaran maupun kepiting soka.
Prospek investasi budi daya kepiting soka belum banyak diketahui publik, padahal permintaannya dan harga jual ekspornya relatif tinggi, khususnya di pasar AS.
Keberhasilan pengembangan budidaya kepiting soka nasional akan sangat tergantung pada pasokan bibit kepiting soka yang ukurannya sudah siap dibudidayakan. Tingginya permintaan kepiting, baik di pasar domestik maupun ekspor menimbulkan optimisme jika dikelola dengan serius akan mampu menjadi produk unggulan nomor wahid ekspor hasil perikanan budi daya dalam 5 tahun ke depan.
Permen KP Nomor 12/2020 walaupun telah diundangkan sah secara hukum, tetapi masih membutuhkan aturan petunjuk teknis jelas dalam perlaksanaannya. Saatnya membangun sinergi yang kuat antar pemangku kepentingan untuk merumuskan peta jalan (roadmap) strategi tata kelola percepatan pengembangan budi daya kepiting dan rajungan nasional yang berkelanjutan.