Bisnis.com, JAKARTA — Broker properti tampaknya belum bisa menikmati kenaikan transaksi penjualan properti seiring dengan berlakunya pembatasan sosial berskala besar transisi di DKI Jakarta sejak 5 Juni 2020.
Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DKI Jakarta Clement Francis mengatakan bahwa kondisi saat ini terhitung masih berat dialami oleh para broker properti meskipun telah ada pelonggaran aktivitas masyarakat.
"Belum ada kenaikan penjualan. Kondisi masih slow. Daya beli [masyarakat] masih turun," katanya pada Bisnis, Jumat (26/6/2020).
Dengan kondisi saat ini, Clement belum bisa memprediksi kapan gairah pasar properti kembali normal. Lagi pula, virus corona juga belum dapat teratasi dan kasus positif malah terus merangkak naik.
Hanya saja, peluang di tengah kondisi berat ini sebetulnya masih terbuka lebar. Bagi broker, hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan mengingat suplai pun masih tersedia untuk segala subsektor properti.
"Dengan kondisi masih berat, kalau ditanya rumah di bawah Rp2 miliar masih ada yang mau beli," ujarnya.
Sejalan dengan itu, dia tak menampik industri properti tanah air mengalami pergeseran akibat Covid-19. Salah satu yang terlihat adalah mulai membiasakan diri dengan penjualan secara daring untuk meminimalkan konsumen yang masih khawatir untuk survei lokasi.
Tak hanya itu, broker juga dituntut untuk menyediakan daftar penjualan yang lebih lengkap untuk ditawarkan. Kemudian, terus mengampanyekan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk membeli properti karena banyaknya potongan harga baik di pasar primer maupun sekunder.
Untuk pengembang, disarankan untuk terus berinovasi dan mengedepankan kualitas bangunannya yang juga didukung dengan fasilitas yang relevan dengan kondisi saat ini.
Di sisi lain, PSBB transisi ini sebetulnya membawa harapan baru bagi sektor properti, akan tetapi tergantung pada cara untuk menggaet calon pembeli. Dia bercerita bahwa belakangan ini sebenarnya banyak orang yang mencari rumah terlebih melalui portal properti. Namun, tinggal bagaimana bisa mengeksekusi menjadi transaksi.
Sekretaris Jenderal DPP AREBI Sulihin Widjaja mengatakan hal serupa. Sejauh ini, transaksi properti masih minim. Namun, sisi positifnya adalah konsumen mulai bisa datang ke lokasi survei untuk melihat langsung properti tersebut dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
"Kalau transaksi belum terlalu signifikan, tapi harapan untuk lebih baik sudah ada dan semoga segera pulih. [Faktor yang menghambat] nilai plafon yang diberikan bank yang agak turun sehingga mereka [konsumen] tidak dapat memenuhi DP [down payment]-nya itu sih, faktor dominannya. Namun, kalau ada barang [properti] murah, tetap saja dibeli juga," ujarnya.
Masa perbaikan untuk sektor properti diharapkan segera terjadi mengingat perbandingan penjualan pada masa sebelum dan sesudah ada Covid-19 terlampau jauh. Dia mengaku bahwa broker juga banyak yang tidak melakukan closing. Rata-rata closing atau transaksi per bulan hanya 20 persen hingga 40 persen.
Chief Executive Officer Promex Indonesia itu juga belum bisa meramal apakah pasar properti bisa kembali normal dalam waktu dekat meskipun aktivitas ekonomi sudah kembali berjalan.
Perekonomian yang mulai bergerak ini, kata dia, seharusnya bisa membangkitkan pasar properti meskipun tidak langsung pulih 100 persen. Namun, minimal ada pergerakan dan pasar sudah mulai bergeliat walaupun masih terbatas.
Hanya saja, dengan segala perhitungannya terlebih sudah ada penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 4,25 persen, dia memprediksi bahwa pasar properti akan kembali menggeliat pada awal tahun depan.