Bisnis.com, JAKARTA — Badan Perlindungan Konsumen Nasional menyebutkan bahwa aduan konsumen terhadap sektor properti masih tergolong tinggi. Ada ribuan konsumen yang mengadu ke BPKN dengan pelbagai alasan.
Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Budiman Sitinjak mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menerima cukup banyak laporan masalah perlindungan konsumen sektor properti khususnya perumahan.
"Hingga saat ini masih cukup banyak menghadapi masalah perlindungan konsumen sektor perumahan, dilihat masih tinggi dan banyaknya pengaduan konsumen yang dterima oleh BPKN terkait dengan sektor tersebut," katanya melalui siaran pers, Kamis (25/6/2020).
Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E. Halim mencatat sejauh ini, ada 2.260 pengaduan terkait sektor properti baik untuk subsektor rumah tapak, rumah susun, maupun apartemen. Angka itu bagian dari total 2.695 pengaduan konsumen yang diterima BPKN hingga saat ini.
Contoh aduan yang diterima masih banyak terjadinya pemasaran perumahan yang tidak memiliki landasan hak atas lahan perumahan, muatan transaksi, dan kurang jelasnya skema sehingga mengakibatkan hak konsumen atas status kepemilikannya tidak jelas dan terkadang terjadi pembatalan pemesanan unit serta pelanggaran hak-hak lainnya.
Selain itu, masalah sektor perumahan juga terbagi beberapa kategori seperti legalitas, fisik, serah terima, fasilitas umum dan fasilitas sosial, pembiayaan, lembaga keuangan bank dan nonbank, dan perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS).
Baca Juga
Soelistyo, Deputi Direktur pada Departemen Pengawasan Bank 1 Otoritas Jasa Keuangan mengatakan bahwa banyak kasus perumahan yang juga didominasi masalah pembiayaan.
Dalam hal ini, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai peran dalam pengaturan pembiayaan dan pengawasannya.
Dedy S. Budisusetyo, Kepala Bagian Hukum dan Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengaku terdapat beberapa permasalahan sektor perumahan, di antaranya biaya awal (down payment) dan administrasi. Selain itu, kata dia, permasalah menyangkut pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Menurutnya, pengembang nakal yang tidak membangun sesuai perjanjian hingga sertifikat hak kepemilikan yang tidak kunjung diserahkan bank penyalur ketika KPR telah lunas.
Dalam catatan Bisnis, sepanjang tahun lalu aduan sektor properti ke BPKN berada di peringkat pertama yang mencapai 1.371 laporan dari total pengaduan seluruhnya mencapai 1.518.