Bisnis.com, JAKARTA - Pelaksanaan program perlindungan sosial mulai menunjukkan perkembangan yang cukup signfikan, kendati bantuan langsung tunai dana desa (BLT Dana Desa) penyebarannya masih belum optimal.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa program keluarga harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetabek, dan diskon listrik sudah dinikmati hampir 100 persen target penerima manfaatnya.
PKH, misalnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk PKH senilai Rp37,4 triliun. Realisasi PKH per 17 Juni 2020 mencapai Rp19,07 triliun atau 51 persen yang menjangkau 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) atau 100 persen dari target.
Sementara untuk kartu sembako realisasinya mencapai Rp17,21 triliun. Dari sisi realisasi anggaran nilainya masih 39,5 persen dari total alokasi senilai Rp43,6 triliun. Namun dari sisi cakupan penerima bantuan, jumlah KPM mencapai 18,8 juta atau 94 persen dari 20 juta KPM.
Capaian positif juga terlihat dari cakupan PKM untuk bantuan tunai untuk non Jabodetabek, dari 9 juta jumlah KPM yang telah menerima bantuan ini adalah 8,73 juta atau 97 persen.
Secara nominal dana bantuan yang dikucurkan mencapai Rp11,47 triliun atau 39,5 persen dari target senilai Rp32,4 triliun. Begitupula dengan bantuan untuk masyarakat Jabodetabek yang telah mencapai 98 persen.
Baca Juga
Satu-satunya bantuan yang penyerapannya masih di bawah 90 persen adalah BLT Dana Desa. Realisasi bantuan ini masih di angka 10,4 persen atau Rp3,32 triliun dari alokasi senilai Rp31,8 triliun.
Di sisi lain, masyarakat yang telah menerima masih di angka 51,4 persen atau 5,66 juta. Padahal target penerimanya mencapai 11 juta KPM.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar telah menjelaskan bahwa ada beberapa alasan beberapa desa belum menerima dana desa dari pemerintah pusat.
“Yang pertama memang desa itu posting APBDes, jadi Kementerian Keuangan tidak memiliki data yang kuat untuk menyalurkan,” katanya dalam video conference dari Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Abdul Halim melanjutkan ada juga desa yang belum menerima dana desa karena kepala desa adalah pejabat sementara. Hal ini terkait dengan lambatnya penanganan pemerintah daerah.
Selain itu, Mendes juga menemukan konflik antara kepala desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini membuat musyawarah desa tidak bisa dilakukan sehingga tidak dapat menyusun APBDes.
Beberapa desa juga masih belum melengkapi laporan pertanggungjawaban tahun 2019, sehingga transfer dana desa terhambat. Alasan lainnya adalah perangkat desa yang diberhentikan oleh kepala desa yang baru.