Bisnis.com, JAKARTA- Wabah pandemi Covid-19 yang terjadi hampir di seluruh dunia telah merusak mata rantai pasokan global (global supply chain), termasuk komoditas pangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan pemerintah dan dunia usaha dihadapkan pada dua pilihan untuk memenuhi pasokan pangan, yaitu panen petani lokal atau impor barang dari luar negeri.
"Antara panen dan impor sering terjadi missmatched. Kalau mengandalkan panen sering kali mundur satu bulan. Padahal, kebutuhan industri makanan minuman itu sudah fix," katanya dalam diskusi webinar, Selasa (16/6/2020).
Dia menuturkan penyebaran virus Corona secara langsung berdampak pada kinerja impor Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi impor Mei 2020 mengalami penurunan 42,20 persen secara tahunan menjadi US$8,44 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang senilai US$14,61 miliar. Realisasi impor pada Mei 2020 tercatat terendah sejak 2009.
Ketua Umum Partai Golkar tersebut mengungkapkan rendahnya realisasi impor tak lepas dari pembatasan yang diterapkan oleh negara-negara importir untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
"Kita lihat impor terganggu jelang Ramadhan. Indika dan China melakukan lockdown, kita enggak bergerak sama sekali," ujarnya.
Ke depan, Airlangga mengatakan Indonesia tidak bisa mengandalkan bahan pangan dari luar negeri. Apalagi, Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization) telah mengeluarkan kajian bahwa akan terjadi musim kering yang menimbulkan persoalan di berbagai negara.
Dua negara agrikultur yang terdampak musim kering tersebut antara lain Vietnam dan Thailand. Menurutnya, pemerintah dan pelaku usaha harus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk.
"Ada ancaman produksi gandum akan turun akibat musim kering. Thailand dan Vietnam sudah melarang ekspor komoditas pangan. Kita harus mandiri, tidak ada yang lebih penting dar sustainability pangan," imbuhnya.