Bisnis.com, JAKARTA - Hampir tiga bulan terakhir, Nurrohmah hanya berdiam diri di kamar kos berukuran 4 meter x 4 meter yang disewanya di bilangan Condet, Jakarta Timur. Pandemi virus Corona (Covid-19) telah mengubah hidup perempuan asal Cimahi tersebut dalam hitungan hari.
Nurrohmah, yang bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan swasta, tidak bisa melawan kala sang pemberi kerja mengumumkan penutupan usaha secara mendadak.
"Pertengahan April 2020, Bos saya bilang agar tidak usah ke kantor dulu. Semua sales dirumahkan untuk sementara waktu. Saya kaget sekali, tapi mau bagaimana lagi," katanya ketika ditemui Bisnis, Sabtu (13/6/2020).
Dampak yang diterima benar-benar memukul psikologis Nurrohmah. Karena tak lagi bekerja, dia kehilangan seluruh pemasukan sebesar Rp5 juta per bulan. Padahal, dia harus menyiapkan uang untuk makan, membayar sewa kos, dan mengirim ke keluarga di kampung.
Kondisi tersebut semakin memburuk lantaran pemerintah mengumumkan larangan mudik Lebaran bagi seluruh penduduk yang tinggal di zona merah Corona. Berbekal tabungan seadanya, Nurrohman pun bertahan dari goncangan yang mendera hidupnya.
"Saya pinjam uang ke beberapa teman untuk beli makanan dan bayar kos. Orang tua di kampung juga maklum kalau saya tak kirim uang saat Lebaran. Sekarang maju kena, mundur kena. Mudah-mudahan, situasi agar jadi saya bisa kerja lagi," ungkapnya.
Baca Juga
Derita akibat virus Corona tidak hanya dialami Nurrohman, tetapi jutaan pekerja di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartanto mengatakan jumlah pekerja yang dirumahkan dan di-PHK pada periode pandemi Covid-19 mencapai 1,8 juta. Namun, jumlah tersebut tidak termasuk pekerja di sektor informal yang tidak terverifikasi, yaitu 1,2 juta pekerja.
Ketua Umum Partai Golkar tersebut memperkirakan ada tujuh juta penduduk yang tidak bisa masuk ke lapangan kerja. Airlangga mengatakan perekonomian Indonesia pada kuartal II/2020 akan terkontraksi dalam.
"Kuartal II/2020 [ekonomi] akan masuk negatif. Kita jaga agar kuartal III dan IV, we can't afford [PDB] negatif terlalu dalam. Semakin lambat recovery, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang menganggur. Ini serius sekali," ucapnya saat webinar dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Selasa (9/6/2020).
Menurutnya, pandemi Covid-19 telah memberi efek domino pada aspek kesehatan, sosal, ekonomi, dan keuangan di Indonesia. Masifnya penyebaran virus Corona telah menciptakan krisis kesehatan. Selain itu, langkah pemerintah untuk menerapkan social-physical distancing telah menghentikan ekonomi yang menyerap tenaga kerja d berbagai sektor.
Bukan itu saja, katanya, kinerja perekonomin juga turun tajam lantaran pandemi telah mengganggu konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Terakhir, volatilitas pasar keuangan muncul sehingga menyebabkan larinya modal asing (capital outflow) dari pasar keuangan Indonesia.
Pemerintah lantas menganggarkan dana Rp686,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Dari total anggaran tersebut, Rp598,6 triliun dialokasikan untuk biaya pemulihan ekonomi nasional (PEN), yaitu perlindungan Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,6 triliun, subsidi bunga UMKM Rp123,4 triliun, pembiayaan korporasi Rp44,4 triliun, dan sektoral kementerian, lembaga, dan pemda Rp106,1 triliun.
"Kita harus bertahan di tingkat infeksi rendah agar [pertumbuhan] ekonomi bisa menuju U shape atau V shape. Protokol Normal Baru dilakukan sebelum vaksin Covid-19 ditemukan. Rumusnya jaga jarak, cuci tangan, dan pakai masker," ucap Airlangga.
Momok Resesi
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi Pandemi Covid-19 akan menyebabkan resesi global pada tahun ini. Situasi tersebut bisa lebih buruk dibandingkan krisis keuangan 2008-2009 pada tahun ini.
Senada dengan IMF, Bank Dunia memperkirakan produk domesti bruto (PDB) global akan terkontraksi hingga 5,2 persen akibat Covid-19. Jika ramalah itu terjadi, maka akan mencatatkan angka resesi terdalam sejak Perang Dunia II. Lantas, apakah ekonomi Indonesia dapat bertahan dari badai resesi global?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan tidak ada defenisi definitif terkait resesi. Namun, jika mengacu pada konsensus, resesi diartikan terjadinya perlambatan ekonomi (kontraksi pertumbuhan) selama dua kuartal berturut-turut.
Resesi juga berpotensi terjadi ketika terjadi penurunan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, manufaktur, hingga ritel, karena penurunan indikator berpotensi memperlambat kinerja ekonomi.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 ternyata hanya 2,97 persen atau lebih rendah dari tahun lalu dan prediksi pemerintah. Yusuf menambahkan besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi lebih dalam pada kuartal II/2020 lantaran melambatnya pertumbuhan manufaktur dan indeks penjualan ritel akibat PSBB.
Lebih lanjut, dia menilai pelonggaran PSBB di beberapa kota besar tidak serta merta akan menggerakan ekonomi di level sebelum adanya pandemi Covid-19.
"Apabila perlambatan kontraksi pertumbuhan ekonomi terjadi sampai dengan kuartal III/2020, maka per defenisi Indonesia sudah bisa dikatakan memasuki resesi," katanya.
Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri memprediksi skenario buruk dan sangat buruk terkait produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal II/2020.
"PDB pada kuartal II/2020 kelihatannya akan minus [kontraksi] cukup dalam, antara 6 persen hingga 8 persen. Penerapan PSBB dua minggu dapat menurunkan perekonomian hingga 4,2 persen - 4,3 persen. Dampaknya besar sekali," imbuhnya.
Dia meramal roda ekonomi tidak akan melonjak signifikan, meskipun pemerintah telah melonggarkan PSBB dan menerapkan protokol New Normal. Menurutnya, pandemi Corona telah menciptakan krisis sektor riil sehingga pelaku UMKM dan dunia usaha mengalami pukulan tajam dalam waktu singkat.
Stimulus yang diberikan pemerintah, lanjutnya, baru dirasakan oleh penduduk perorangan melalui bansos dan dunia perbankan lewat kebijakan restrukturisasi bunga kredit UMKM. Namun, Yose Rizal belum melihat skenario pemerintah untuk UMKM dan dunia usaha secara detail. Dia melihat pemerintah berupaya agar krisis Corona tidak menciptakan krisis keuangan seperti yang terjadi pada 1997-1998.
"Situasi sekarang bisa dibilang seperti jump start aki mobil yang mogok. Namun, kita gak punya aki lain. Perekonomian dalam negeri mati semua, begitu pula global. Kita hanya bisa mengandalkan apa yang bisa diberikan pemerintah kepada UMKM dan dunia usaha," jelasnya.
Direktur Eksektutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad juga mengamini Indonesia akan mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II/2020.
"Konsumsi rumah tangga bakal kontraksi 2,08 persen, investasi 5,4 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 1,8 persen. Semua indikator enggak ada yang bagus, PDB di kuartal II dan III ini sangat berat sekali," ungkapnya.
Cari Solusi
Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi mengatakan sangat berat bagi Indonesia untuk menghindari resesi karena kemungkinan besar PDB pada kuartal II/2020 (qtq) bakal tumbuh negatif.
"PSBB membuat aktivitas produksi dan konsumsi melambat secara drastis. Namun, pemerintah harus menerapkan PSBB untuk menghentikan wabah Covid-19," imbuhnya.
Eric mengatakan ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah agar bisa segera keluar dari jeratan resesi ekonomi. Pertama, pemerintah harus menahan agar wabah tidak meluas dan menimbulkan gelombang kedua (second wave).
Faktanya, jumlah pasien yang positif Covid-19 pada Minggu (14 Juni) mencapai 38.277 orang, pasien sembuh 14.531 orang, dan meninggal 2.134 orang. Grafik pasien positif Corona tercatat meningkat setelah pemerintah mengumumkan pelonggaran PSBB dan protokol New Normal.
Kedua, Eric mengingatkan pemangku kebijakan untuk menjaga daya beli atau konsumsi masyarakat di tengah pandemi. Beberapa strategi yang sudah diterapkan pemerintah dan perlu dilanjutkan, antara lain bantuan sosial, bantuan tunai langsung (BLT), dan menjaga inflasi dan harga kebutuhan pokok.
"Jangan naikkan harga administered prices, misalnya bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik," ucapnya.
Terakhir, pemerintah diminta untuk membuka sembilan sektor ekonomi secara hati-hati agar wabah tidak meluas dan menjangkiti pekerja di kawasan industri.
Kesembilan sektor ekonomi tersebut, yaitu pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real estat dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
Pandemi virus Corona telah mengubah tatanan sosial dan ekonomi dunia secara signifikan dalam enam bulan terakhir. Meski telah wafat, Presiden Ke-33 Amerika Serikat Harry S. Truman pernah mengungkapkan definisi resesi yang paling gamblang menggambarkan situasi saat ini.
"It's a recession when your neighbor loses his job. It's a depression when you lose yours."