Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan pencairan utang pemerintah kepada perusahaan pelat merah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hanya diberikan kepada perusahaan yang memiliki tanggung jawab pelayanan publik.
Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan total dana dukungan yang diberikan kepada BUMN akan mencapai Rp143,63 triliun. Sebanyak 75 persen-nya atau setara Rp108,43 triliun merupakan dana pencairan utang pemerintah.
“Dari total Rp143 triliun tersebut, 75 persennya adalah pencairan utang pemerintah, yang terutang sejak 2017. Jadi, memang sudah cukup lama,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Dana tersebut akan diberikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebesar Rp48,46 triliun, BUMN karya sebesar Rp12,16 triliun, PT Kereta Api (Persero) Rp300 miliar, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Rp1 triliun, Perum Bulog Rp560 miliar, PT Pertamina (Persero) Rp40 triliun, dan PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp6 triliun.
Dia menjelaskan utang-utang tersebut bersumber dari penugasan yang diberikan kepada BUMN terkait. Contohnya, untuk PLN, Pertamina, dan Pupuk Indonesia, utang merupakan tagihan atas program subsidi pemerintah yang belum terbayarkan dan sudah jatuh tempo.
Sementara itu, untuk BUMN karya pencairan utang diberikan atas pembebasan lahan untuk sejumlah proyek jalan tol. Dana ini akan dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
“Jadi bukan dana pemerintah dimasukkan ke BUMN Karya, tapi ini jalan tolnya sudah jadi, tapi dana dari LMAN belum cair. Sehingga, ini juga bisa dibilang utang-utang tahunan, jadi [BUMN] Karya perlu dibantu,” ujarya.
Sementara itu, utang untuk Kimia Farma tak lain berasal dari utang pemerintah terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perseroan membutuhkan pencairan tagihan utang dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan.
Pasalnya perseroan berkode saham KAEF tersebut kini ditugaskan untuk memproduksi obat-obatan untuk penanganan Covid-19 dalam jumlah besar. Dana tersebut dibutuhkan untuk menjaga arus kas dan likuiditas perseroan guna memperlancar tugas tersebut.
“Kimia Farma kita tahu ini dari BPJS lah, tentu bagaimana Kimia Farma saat ini memproduksi banyak obat yang diperlukan, dan ini kalau tidak dibayarkan [utangnya] arus kasnya akan berat, ini sudah sampai 18 bulan kurang lebih. Termasuk sama juga di Bulog dan Kereta Api,” katanya.