Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian ESDM Klaim Laksanakan Rekomendasi BPK Soal Pengembangan EBT

Saat ini, Kementerian ESDM sedang berproses untuk menyelesaikan Rancangan Perpres Harga EBT yang akan mengakomodir mekanisme feed-in tariff (FiT).
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian ESDM mengklaim telah melaksanakan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan untuk memperbaiki pengembangan EBT.

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2019 Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK), disebutkan Kementerian ESDM direkomendasikan agar melakukan peninjauan ulang Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik agar diselaraskan dengan arahan KEN yakni terkait penerapan mekanisme feed-in tariff dalam rangka mewujudkan pasar tenaga listrik yang bersumber dari EBT dengan tetap memperhatikan prinsip usaha yang sehat.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan Kementerian ESDM melaksanakan rekomendasi BPK untuk memperbaiki pengembangan EBT yakni terkait regulasi kebijakan saat ini permen 50/2017 telah direvisi dengan Permen 4/2020 sehingga ada peluang untuk tunjuk langsung dan tidak lagi wajib skema Build, Own, Operate, and Transfer (BOOT).

"Kami telah laksanakan rekomendasi BPK," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (4/5/2020).

Saat ini, Kementerian ESDM sedang berproses untuk menyelesaikan Rancangan Perpres Harga EBT yang akan mengakomodir mekanisme feed-in tariff (FiT).

Dalam perpres tersebut juga akan membahas terkait penunjukan langsung, insentif EBT dimana termasuk kompensasi harga dan kuota EBT.

"Perpres masih pembahasan, termasuk memasukkan energi panas bumi dalam rancangan perpres," ucap Haris.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menargetkan rancangan Perpres EBT ini nantinya akan menggantikan Permen ESDM nomer 50 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Dalam Perpres tersebut akan diatur dalam 2 skema option dan stagging tarif dengan feed-in-tarif. Skema option akan dilakukan untuk pembangkit yang memiliki kapasitas lebih dari 100 MW, sedangkan skema Feed in tarif (FiT) akan dikenakan untuk pembangkit di bawah 100 MW.

FiT merupakan harga beli listrik yang disesuaikan dengan biaya produksi masing-masing jenis EBT.

Dalam FiT, nantinya tarif EBT akan flat dalam kurun waktu 12 tahun pertama sejak pembangkit mulai beroperasi dimana tahap pertama 1 hingga 12 tahun dengan harga tinggi, lalu setelah 12 tahun itu harganya akan turun dan tidak berubah hingga berakhir masa kontrak. Besaran tarif ini akan berpotensi berbeda karena berdasarkan lokasi pembangkit.

"Pertama gede dulu dan akan rendah. Kan ada yang kontraknya 30 tahun, ada yang 25 tahun. Beda harganya 60 persen dari tahap pertama ke kedua. Besaran harganya sesuai kesepakatan. Setiap pembangkit akan dikenakan batasan waktu yang sama yakni 12 tahun pertama," katanya.

Skema tarif tersebut diterapkan agar investor tertarik mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT di Indonesia. Pasalnya, investasi untuk membangun pembangkit listrik dari EBT cukup tinggi.

Dengan skema tersebut, pemerintah berharap investor bisa mendapatkan pengembalian modal lebih cepat.

Kendati demikian, beleid ini nantinya tidak diberlakukan pada proyek pembangkit yang kontraknya sudah diteken atau telah melakukan power purchase agreement (PPA) sebelum Perpres ini terbit. Adapun terdapat lima jenis pembangkit yang akan diatur tarifnya dalam perpres ini yakni hydro, surya, angin, biomassa, dan air.

Perpres ini tak berlaku untuk pembangkit panas bumi. Skema penetapan harga beli listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan diatur khusus. Hal ini antaran pengembangan panas bumi mempunyai tingkat risiko yang berbeda dibandingkan dengan energi bersih lainnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper