Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengembang Permukiman dan Perumahan Seluruh Indonesia menyambut baik new normal atau gaya hidup normal, yang akan diterapkan di Indonesia.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Permukiman dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan bahwa pihaknya menantikan penerapan normal baru di sektor properti, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Selama masa PSBB, orang diam di rumah dan menunda mudik, ini turut membawa pengaruh positif, apalagi bagi masyarakat menengah bawah dan berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapat THR [tunjangan hari raya] dan ada tabungan, sehingga bisa membeli rumah,” ungkapnya kepada Bisnis, Sabtu (30/5/2020).
Pada masa seperti ini, konsumen dari kalangan MBR jadi bisa punya rumah dengan harga terjangkau, bahkan dengan angsuran yang harganya di bawah harga indekos. “Bayangkan, pengeluaran sama perbulan, tapi bisa memiliki rumah idaman,” imbuhnya.
Selama PSBB juga, pengembang properti terus berupaya melancarkan penjualan menggunakan cara pemasaran daring dan digital sehingga penjualan tetap bisa direalisasi walaupun berkurang sampai 30 persen.
New normal dinilai bisa menjadi salah satu upaya antisipasi pengembang agar bisa tetap hidup. Namun, pelaksanaannya, kata Daniel, membutuhkan keseriusan semua pihak.
Salah satu wujud keseriusan pengembang rumah subsidi antara lain dengan menyediakan rumah yang layak dan berkualitas baik di lingkungan perumahan yang nyaman dan asri, dan wajib memperhatikan protokol kesehatan kebersihan yang sudah ditentukan.
Kemudian, agar konsumen bisa cepat merealisasikan akad kredit pemilikan rumah (KPR), diperlukan keseriusan dari pembuat aturan, dengan relaksasi dan percepatan.
Relaksasi mulai dari validasi pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), proses pemecahan sertifikat, keringanan bayar listrik dari PLN sangat diharapkan baik dari konsumen maupun pengembang.
“Selain itu, bagi perbankan diharapkan proses persetujuan kredit dari Bank Pelaksana, peninjauan OTS konsumen, termasuk relaksasi persyaratan tenaga kerja kontrak dan honorer perlu ada ketegasan juga dari pemerintah,” tambahnya.