Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengemukakan sejumlah penyebab harga gula di pasar sulit turun dan masih berada di atas harga eceran tertinggi yang dipatok Rp12.500 per kilogram.
Dalam kunjungannya ke Tangerang Selatan untuk operasi pasar gula pada Sabtu (23/5/2020), Agus mengemukakan bahwa mundurnya kedatangan gula impor untuk menjaga pasokan merupakan kendala utama.
Kondisi di negara pemasok seperti India yang sempat memberlakukan karantina wilayah disebutnya turut memicu lambannya realisasi impor.
Kendala lain pun muncul di dalam negeri. Rantai distribusi yang panjang dinilai Agus mengakibatkan margin harga dari produsen atau perusahaan importir ke tingkat konsumen menjadi besar.
"Kami sampaikan bahwa harga jual maksimal dari produsen ke distributor Rp11.200 per kilogram. Masalahnya ada rantai distribusi yang panjang sehingga di konsumen menjadi Rp17.000 sampai Rp18.000 per kilogram," kata Agus dalam konferensi pers virtual.
Dia pun menyatakan pihaknya bersama Satgas Pangan bakal terus mengawasi proses distribusi. Pemasok yang kedapatan memainkan harga pun bakal mendapatkan sanksi.
Baca Juga
Masa giling yang mundur di dalam negeri pun menjadi kendala lain. Agus mengatakan bahwa musim giling tebu yang biasanya dimulai pada April harus mundur menjadi Juni pada tahun ini sebagai imbas masa tanam juga mundur.
Harga rata-rata gula nasional mulai turun seiring dengan bertambahnya pasokan gula dari impor. Harga gula berdasarkan pantauan Kemendag disebutnya turun 16 persen menjadi Rp16.700 per kilogram per 23 Mei.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Satgas Pangan Polri Daniel Tahi Monang Silitongan mengharapkan supaya masyarakat dapat melaporkan kepada pihaknya jika terdapat temuan kenaikan harga yang terlampau tinggi.
Daniel memastikan laporan tersebut bakal ditindaklanjutin lebih lanjut.