Bisnis.com, JAKARTA — Momen Ramadan dan Idulfitri tak serta-merta meningkatkan minat belanja masyarakat di tengah pandemi. Masih berlakunya kebijakan pembatasan sosial berskala besar dinilai turut mempengaruhi menurunnya keinginan untuk berbelanja.
Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah, mengatakan, aksi belanja masyarakat di ritel modern jelang Idulfitri tahun ini untuk produk sekunder tidaklah akan sebesar sebelum pandemi. Belanja masyarakat disebutnya akan lebih banyak diarahkan untuk kebutuhan primer, terutama pangan.
"Hanya sedikit yang akan membeli baju, perhiasan. Begitu pula untuk pembelian motor, perabot rumah tangga dan lainnya," ujar Pieter, Minggu (17/5/2020).
Dia menyebutkan kondisi ini bukanlah dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat. Alih-alih demikian, pemberlakuan pembatasan sosial yang diiringi dengan ditutupnya operasional pusat perbelanjaan di kota-kota besar disebut Pieter sebagai pemicu.
"Ini bukan karena daya beli, kelompok perekonomian atas pun tidak akan berpesta selama Lebaran nanti. Pembatasan sosial akibat wabah akan menurunkan minat belanja. Buat apa beli baju baru kalau di rumah saja?" tuturnya.
Imbas tak beroperasinya gerai-gerai ritel modern di pusat perbelanjaan ini pun diakui oleh Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo yang menyebutkan bahwa penjualan selama dua pekan pertama Mei cenderung turun sampai 20 persen.
Baca Juga
Budihardjo mengatakan bahwa peritel cukup menaruh harap pada penjualan pada momen seminggu jelang Lebaran dan minggu terakhir Mei. Kendati demikian, potensi kenaikan penjualan ini pun disebutnya tidak bisa dinikmati semua segmen. Budihardjo menyatakan hanya segmen yang melayani penjualan kebutuhan primer saja yang masih berpeluang naik.
"Selama dua pekan ini supermarket dan hypermarket cenderung turun. Kami harap bisa dikejar pada dua pekan sisanya jelang Lebaran," kata Budihardjo.