Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Momen Lebaran dan Ramadan, Omzet Ritel Modern Seret

Penjualan ritel modern selama periode Ramadan dan Idulfitri tahun ini diperkirakan tidak akan sebesar perolehan angka penjualan tahun lalu akibat pandemi yang belum usai.
Warga berbelanja kebutuhan pangan dan rumah tangga di salah satu supermarket di Cimahi, Jawa Barat, Minggu (19/4/2020). Bisnis/Rachman
Warga berbelanja kebutuhan pangan dan rumah tangga di salah satu supermarket di Cimahi, Jawa Barat, Minggu (19/4/2020). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Penjualan ritel modern selama periode Ramadan dan Idulfitri tahun ini diperkirakan tidak akan sebesar perolehan angka penjualan pada momen yang sama tahun lalu.

Kondisi ini dipertegas dengan performa penjualan ritel pada dua pekan pertama Mei cenderung menurun dibandingkan April.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan kontribusi penjualan ritel modern pada bulan Ramadan sampai jelang Idulfitri bisa memberi kontribusi sebesar 30 persen dari total omzet pada 2019 lalu. Hal serupa diperkirakan sulit dicapai di tengah pandemi yang belum tertanggulangi.

Budiharjo mengatakan bahwa penjualan pada segmen fast moving consumer goods (FMCG) sempat mencatatkan peningkatan selama periode Januari–April yang didorong oleh aksi panic buying dan persiapan masyarakat menghadapi kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) di kota-kota besar) .

Namun, tren tersebut memperlihatkan penurunan sampai 20 persen pada dua pekan pertama Mei, terutama pada penjualan di supermarket dan hypermarket.

"Ini kabar yang kurang bagus. Padahal dalam kondisi normal pada tahun lalu 30 persen omzet ritel modern berada di momen Lebaran," kata Budihardjo saat dihubungi, Sabtu (16/5/2020).

Kondisi lebih buruk terjadi pada ritel modern segmen gaya hidup (lifestyle) yang kebanyakan tidak bisa menjalankan operasional di gerai-gerainya. Budihardjo memperkirakan penjualan masih ada di sejumlah kota yang belum memberlakukan penutupan gerai ritel secara masif, kendati demikian, dia memperkirakan total omzet hanya mencapai 10 persen dari kondisi normal secara nasional.

"Untuk segmen lifestyle sudah nol penjualannya karena pelayanan di gerau-gerai sudah ditutup, seperti gerai fesyen, salon, dan pusat permainan. Terakhir untuk makanan dan minumam bisa turun sampai 80 persen, tidak ada segmen yang baik," ujarnya.

Imigrasi sistem penjualan dari tatap muka atau langsung ke daring pun disebutnya belum bisa berkontribusi besar pada biaya operasional yang harus dikeluarkan pelaku usaha. Di sisi lain, pandemi Covid-19 diungkapkan Budihardjo turut mempercepat aksi migrasi ke penjualan daring.

"Kalau dulu mungkin hanya 5 persen penjualan secara total mungkin sekarang sudah di atas tersebut, di kisaran 7 persen. Tetapi tetap tidak bisa menutup operasional," imbuh dia.

Seiring belum jelasnya kapan industri ritel modern akan pulih, Budihardjo mengemukakan bahwa peritel telah mengusulkan skenario agar sejumlah lini usaha yang terimbas PSBB dapat kembali beroperasi. Dia mengatakan peritel siap mengimplementasikan prosedur ketat agar bisnis dapat bergerak beriringan dengan Covid-19.

"Kami usulkan Pemda membuat panduan bagaimana ekonomi berjalan bersama Covid-19 yang berisi bagaimana integrasi dari manufaktur, supplier, sampai ritel dan konsumen. Panduan ini akan menjadi new normal. Mungkin dengan ini tidak bisa pulih 100 persen, tapi dengan 60 sampai 65 persen setidaknya sudah ada perputaran dahulu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper