Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menilai pekerja migran harus dilindungi dari perdagangan manusia, kerja paksa, serta pelanggaran perlakuan kekerasan kendati tata kelola penanganan masih lemah.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan sesuai dengan undang-undang bahwa bekerja merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak di dalam negeri atau luar negeri. Oleh kerena itu, negara wajib membenahi sistem penempatan dan pelindungan secara terpadu, baik oleh pemerintah pusat – daerah dengan mengikutsertakan masyarakat.
”Pekerja Migran Indonesia [PMI] adalah warga negara very very important person. PMI harus dilindungi dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, kekerasan dan perlakuan lain yang melanggar,” kata Benny dalam siaran pers, Sabtu (16/5/2020).
Dia mengakui saat ini tata kelola penanganan pekerja migran memang masih lemah. Kerentanan ini masih menjadi tantangan yang harus segera diperbaiki bersama-sama secara tepat dan cepat.
Dalam Undang-Undang No. 18/2017, lanjutnya, telah diamanatkan pelindungan bagi PMI secara menyeluruh, yakni adanya jaminan pelindungan sosial, jaminan hukum, dan jaminan ekonomi bagi calon PMI, PMI dan keluarganya, baik pada masa sebelum, selama, dan setelah bekerja.
Benny menuturkan selama kurun waktu 2015–2018, penempatan pekerja migran masih didominasi oleh sektor informal yang berjumlah mencapai 1,2 juta orang. Dengan 550.000 orang pekerja migran laki-laki (47 persen), dan 625.000 orang pekerja migran perempuan (53 persen).
Baca Juga
"Dalam kurun tersebut, pelindungan masih berfokus pada penyelesaian kasus PMI bermasalah di luar negeri," ujarnya.