Bisnis.com, JAKARTA - Banyak pihak yang menyayangkan cepatnya proses pengisahan revisi UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi undang-undang di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19).
Seperti diketahui, pada Sidang Paripurna Selasa (12/5), DPR mengesahkan beleid tersebut. UU Minerba yang baru disahkan ini merupakan revisi pertama atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba).
UU Nomor 4 tahun 2009 tersebut merupakan hasil revisi dari UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
Adapun proses penyusunannya sejak tahun 2015. RUU Minerba tersebut telah menjadi program legislasi nasional tahun 2015 — 2019, dan telah menjadi program prioritas tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018.
Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan Surat Nomor R-29/Pres/06/2018 tanggal 5 Juni 2018 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sementara itu, banyak pihak yang menilai kilatnya pembahasan revisi atas UU minerba ini.
Baca Juga
Pakar Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menuturkan RUU Minerba memiliki kendala substansi dan formal. Masalah substansi tersebut adalah adanya pengaturan yang tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan MK terkait perpanjangan KK maupun PKP2B yang menganulir peran BUMN dan BUMD.
Secara formal, dia menilai disahkannya UU Minerba ini tak sesuai dengan UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selain itu juga terdapat keputusan MK terkait kewajiban pelibatan DPD dalam penyusunan dan pembahasan.
"Dalam Putusan MK dinyatakan bahwa DPD harus menyiapkan DIM apabila RUU diinisiasi oleh DPR sehingga ada 2 DIM yaitu DIM Pemerintah dan DIM DPR," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (13/5/2020).
Dia juga menyayangkan soal pembahasan tim panja RUU Minerba yang tertutup yang melanggar asas keterbukaan dalam pembentukan RUU.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi). Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan revisi atas UU Minerba itu memang inisiatif DPR yang lalu dilakukan carry over dari DPR periode sebelumnya.
Namun, sebelumnya banyak penolakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sehingga ditunda tanpa batas waktu yang ditentukan.
"Memang kelihatannya ingin diselesaikan pada periode ini. Sebagian kelompok masyarakat menyayangkan langkah DPR ini yang memaksakan penyelesaian RUU ini di tengah pandemi covid-19 ini sehingga seolah-olah tidak memberikan kesempatan untuk kelompok masyarakat untuk memberikan masukannya," terangnya.
Kalangan Perhapi sendiri pun tak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya dengan DPR. Padahal, banyak masukan untuk kesempurnaan revisi atas UU Minerba ini yang akan disampaikan demi terciptanya UU yang akan membawa industri pertambangan sesuai dengan amanah UUD 1945 dan menjawab tantangan industri saat ini dan kedepannya.
"Padahal kami sudah menyiapkan pandangannya yang akan disampaikan secara formal ke DPR," tuturnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar meyayangkan pembahasan revisi atas UU Minerba ini sangat dipaksakan ditengah wabah Covid-19, yang seharusnya fokus pada penanganan Covid-19 maupun dampaknya.
"Tidak ada yang mendesak dengan RUU Minerba ini, kecuali soal perpanjangan PKP2B (Perusahaan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara)," katanya.
Selain itu, selama proses pembahasan RUU minerba ini dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan kalangan akademisi maupun ahli tambang.
"Dari sisi proses, catatan atas RUU ini seluruh pembahasannya dilakukan tertutup dan tidak dapat diakses publik. tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder," ucap Bisman