Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu: Pencairan DBH dengan Hasil Audit BPK Demi Good Governance

Kementerian Keuangan menyampaikan keputusannya tidak ada kaitan urusan kelembagaan apalagi membebankan pembayaran DBH pada kinerja BPK.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti


Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan menegaskan praktik pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) kurang bayar yang menunggu hasil audit LKPP dimaksudkan untuk penerapan good governance.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengungkapkan dengan mengacu pada LKPP yang telah diaudit BPK maka angkanya menjadi pasti dan tidak perlu penyesuaian kembali.

"Itu praktik bertahun-tahun tidak untuk mempersulit atau mencari masalah, tapi sekadar memastikan governance lebih baik dan kredibel saja," tegas Yustinus kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).

Yustinus juga menyampaikan keputusan Kementerian Keuangan tidak ada kaitan urusan kelembagaan apalagi membebankan pembayaran DBH pada kinerja BPK.

"Karena memang soal DBH ini tidak ada kaitan secara kelembagaan dg institusi BPK. Tidak perlu persetujuan BPK terhadap pembayaran DBH ke Daerah," ujar Yustinus.

Menurutnya, kebijakan Kementerian Keuangan didasari pertimbangan untuk mendorong pemerintah daerah melakukan refocusing atau realokasi anggaran dan mengalokasikan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk menangani Covid-19 ini.

Dia menambahkan pemerintah pusat sepenuhnya akan bekerja sama, berkoordinasi dan mendukung upaya pemerintah daerah untuk bersama-sama menangani pandemi dengan baik.

Saat ini, Kemenkeu telah membayarkan 50 persen dari dana bagi hasil kepada pemerintah daerah termasuk DKI Jakarta. 

"Untuk selanjutnya surat ketua BPK akan dijadikan pertimbangan sambil terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah melakukan refocusing dan realokasi anggaran," ungkap Yustinus.

Kepala BPK Agung Firman Sampurna telah menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan pada 28 April 2020. Dalam surat tersebut, BPK menegaskan bahwa penyelesaian LHP BPK dan LKPP tahun 2019 sebagai alat ukur untuk melakukan pembayaran tidak relevan dalam konstruksi pelaksanaan APBN. 

BPK tidak pernah secara spesifik melakukan pemeriksaan yang secara khusus dibuat untuk pemeriksaan penerimaan negara.

Dalam hal ini, Kepala BPK menegaskan lembaganya hanya memasukkan pengujian atas penerimaan negara sebagai bagian dari pemeriksaan LKPP.

"Dengan demikian, prosedur yang dilakukan adalah dengan melakukan uji petik untuk menguji kewajaran dari nilai penyajian penerimaan negara," ungkap Kepala BPK dalam surat tersebut.

Dalam catatan BPK, lembaga pemeriksa keuangan tersebut tidak pernah mengkoreksi pendapatan negara dalam APBN selama 10 tahun terakhir karena pendapatan negara dalam APBN mengunakan basis kas sehingga jumlah uang masuk selalu mudah diukur dengan tepat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper