Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menginginkan adanya penurunaan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa mengatakan kendati tidak memiliki wewenang dalam penetapan harga BBM, pihaknya mendukung penyesuaian harga tersebut mengingat penurunan harga minyak dunia. Namun, penurunan harga tersebut perlu melalui kajian yang sangat mendalam agar nantinya tidak ada pihak yang dirugikan.
"Kalau maunya BPH Migas sesuai keadilan sosial saat harga minyak dunia turun harga BBM diturunkan juga. tapi satu sisi keputsuan juga tetap memperhitungkan aspek kekonomian, aspek politik dan pertahanan dan keamanan," katanya dalam paparan virtual, Jumat (8/5/2020).
Kondisi pelemahan harga minyak dunia, kata dia, seharus bisa dimanfaatkan PT Pertamina (Persero) untuk menambahkan pasokan crude dengan impor.
Namun, pelemahan penjualan BBM Pertamina sepanjang masa PSBB membuat kapasitas penampung menjadi penuh dan mengganjal rencana tersebut berjalan mulus.
"Demand-nya turun 30-50 persen turun signifikan. Sementara kalau impor barangnya mau disimpan di mana? sudah penuh semua," ungkapnya.
Baca Juga
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan tidak akan ada penurunan harga BBM dalam waktu dekat. Pihaknya memilih mencermati dinamika harga minyak dunia hingga Juni mendatang.
"Kami masih mencermati perkembangan harga minyak internasional. Pada periode Mei ini adalah periode saat OPEC sudah berlakukan pemotongan produksi hariannya, kurang lebih 10 juta barrel per hari, tapi kemarin juga ada berita Rusia belum turun turun," katanya.
Arifin blak-blakan untuk sementara tidak bisa mengikuti formula harga yang baru saja ditetapkan olehnya pada Februari silam. Dalam perhitungan harga BBM pemerintah mempertimbangkan indikator penilaian produk untuk perdagangan (trading) minyak yang sebelumnya hanya mrnggunakan Mean of Platts Singapore (MOPS).
Dia menjelaskan, terjadi kondisi MOPS di bawah ICP dan hal ini baru pertama kali terjadi. "BBM yang sudah diproses harganya di bawah yang diproses [crude]. Kalau MOPS diterapkan, itu formula jadi backfire untuk Badan Usaha [Pertamina]," tegasnya.
Mengutip data Kementerian ESDM, harga ICP per April tercatat US$20,66 per barel, sementara MOPS untuk RON 92 sebesar US$19,44 per barel dan MOPS CN 48 sebesar US$28,33 per barel.
Sementara itu, untuk kurs tengah Bank Indonesia per 30 April 2020 sebesar Rp15.867 per dolar Amerika Serikat. Kementerian ESDM mengkalkulasi, penurunan MOPS/Argus RON 92 dan CN 48 pada Maret terhadap Februari berkisar 32 persen - 44 persen, sementara April terhadap Maret berkisar 34 persen - 45 persen.
Di sisi lain, penurunan harga minyak mentah dunia pada Maret terdahap Febaruai berkisar 39 persen - 40 persen, sementara April terhadap Maret sebesar 21 persen - 45 persen.