Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICP Merosot, Kinerja Hulu Pertamina Terdampak

VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan Indonesia crude price (ICP) yang menyentuh US$20,66 per barel pada April 2020 akan berdampak sangat berat untuk perseroan
Aktifitas pengisian truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Aktifitas pengisian truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menyebut rendahnya harga minyak mentah Indonsia akan berdampak terhadap kinerja bisnis perseroan di sektor hulu.

VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan Indonesia crude price (ICP) yang menyentuh US$20,66 per barel pada April 2020 akan berdampak sangat berat untuk perseroan. Untuk itu, pihaknya melakukan sejumlah inisiatif dengan efisiensi dan menerapkan efektivitas operasional.

"Kami walaupun berat mengurangi kinerja keuangan, tapi Pertamina tetap berkomitmen menjalankan operasional," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/5/2020).

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memperkirakan kehilangan potensi keuntungan hingga 51 persen atau sekitar US$1,12 miliar dari rencana kerja dan anggaran (RKAP) 2020.

Berdasarkan RKAP Pertamina, target laba tahun ini dipatok US$2,2 miliar dan pendapatan mencapai US$58,33 miliar. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan selain pendapatan tergerus, profit Pertamina bakal tergerus lebih dalam lagi. Pasalnya, ada kerugian selisih kurs yang harus dimasukkan.dan pasti berat untuk hulu migas, karenanya dilakukan berbagai upaya untuk melakukan efisiensi dan efektivitas operasional.

“Kami Capex dan Opex menggunakan dolar Amerika Serikat, sementara penerimaan [banyak] menggunakan rupiah,” katanya.

Potensi hilangnya laba Pertamina, mengacu dua skenario yang ditetapkan Pertamina dengan mempertimbangkan ICP dan kurs dolar Amerika Serikat.

Mengacu skenario pertama, pendapatan perseroan berpotensi turun US$ 22,17 miliar menjadi US$ 36,16 miliar. Sementara itu mengacu skenario kedua, potensi penurunan pendapatan lebih besar yakni mencapai US$ 26,25 miliar atau menjadi US$ 32,08 miliar.

“Untuk skenario sangat berat, maka profit akan berkurang 51 persen. itu dengan asumsi yang sudah ditetapkan pemerintah. Cashflow lebih berat lagi krn kita banyak berikan fasilitas kredit ke pelanggan karena semua pihak kesulitan cashflow,” tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper