Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kaget dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020. Konsumsi masyarakat anjlok meskipun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum dilakukan secara luas.
Seperti diketahui, Selasa (5/5/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 3 bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 2,97 persen. Pertumbuhan tercatat terendah dalam dua dekade terakhir.
Sri Mulyani sendiri sempat meramalkan bahwa pada kuartal I/2020 ekonomi Indonesia masih berada di atas 4 persen. Dia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,5 persen sampai 4,6 persen.
Hal itu didasari oleh periode Januari - Februari 2020 masih ada cukup momentum pemulihan ekonomi dari 2019 yang sempat melambat akibat perang dagang. Apalagi sektor konsumsi dan investasi tercatat positif pada dua bulan pertama tahun ini.
Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 itu menjadi pil pahit. Sri Mulyani menyebutkan bahwa skenario optimistis bila proyeksi pertumbuhan ekonomi masih 2,3 persen. Dengan kondisi ini, skenario sangat berat menjadi realistis jika penanganan virus corona tidak tuntas kuartal II.
“Kemungkinan skenario sangat berat [pertumbuhan ekonomi] -0,4 persen ini sangat mungkin terjadi kalau kita tidak bisa me-reciver atau PSBB masih berlanjut hingga kuartal III. Ini kalau dilakukan maka kita masuk skenario sangat berat,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Sri Mulyani menjelaskan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I melambat ke level 2,97 persen ini nampak dari sisi permintaan atau konsumsi turun dangat besar. Biasaya pertumbuhan di level 5 persen, tetapi merosot menjadi 2,84 persen.
"Kondisi ini terjadi pada kuartal I, padahal PSBB baru dilakukan pada pekan kedua Maret. Jadi bisa kita bayangkan PSBB meluas pada kuartal II ini drop konsumsi akan besar. PDB Indonesia ini 57% konsumsi,” terangnya.
Dia memberikan ilustrasi bahwa PDB Indonesia lebih dari Rp9.000 triliun. Adapun, kontribusi Jawa-Jakarta ini lebih dari 50% atau sekitar 55%. Apabila kalau Jakarta-Jawa melakukan PSBB secara luas, dapat dipastikan konsumsi tidak tumbuh.
Seberapa dalam koreksi pertumbuhan ekonomi? Apabila PDB Rp9.000 triliun berarti potensi ekonomi sekitar Rp5.000 triliun di Jawa terancam ambyar. Menurut Sri Mulyani, bantuan social sebesar Rp110 triliun tidak mampu mensubtitusi penurunan ekonomi.
“Kalau turun 10 persen saja ini angka yang sangat besar. Ini situasi yang kita hadapi pada kuartal II dan akan berlanjut ke kuartal III bila PSBB berlanjut,” tuturnya.
Kendati bansos tidak mampu menggantikan kue ekonomi yang ambyar, dana sebesar Rp110 triliun tersebut berguna untuk membantu masyarakat kelas bawah (social safety net) dan karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Oleh sebab itu, pencairan bansos harus dipercepat dan alokasinya harus mampu menanggung selama 3 bulan sampai 6 bulan. Bahkan, apabila dimungkinkan sampai dengan 9 bulan atau akhir tahun.
“Bantalan sosial ini saya sebutkan tidak mungkin mensubstitusi konsumsi di Jawa dan Jabodetabek, tapi ini bisa mengurangi dampak bagi mereka yang di-PHK atau dirumahkan,” kata Menkeu.
PELONGGARAN PSBB
Sri Mulyani menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo kembali memberikan instruksi agar pencegahan virus corona atau Covid-19 harus konsisten. Pemda dan TNI-Polri diimbau bahu-membahu melaksanakan penegakan disiplin agar virus corona bisa ditangani sampai akhir Mei atau awal Juni selesai.
Namun, dia membenarkan bahwa pemerintah tengah mengkaji kebijakan pembukaan secara bertahap, karena di negara lain juga sudah mulai. Akan tetapi, sambungnya, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menyebabkan penularan (outbreak) yang meluas.
“Ini kita exercise. Dengan tracing nanti kita akan tahu, tapi ini masih bergantung pada tracing dan testing itu,” katanya.
Kendati belum ada kajian seperti disebut Sri Mulyani, Kementerian Perhubungan telah memberikan relaksasi kepada masyarakat untuk bisa melakukan aktivitas menggunakan transportasi umum, bukan dengan tujuan mudik pada 7 Mei 2020.
Dengan aturan itu, dimungkinkan semua moda angkutan, udara, kereta api, laut, bus, untuk kembali beroperasi dengan catatan harus menaati protokol kesehatan.
“Operasinya itu mulai besok 7 Mei, pesawat segala macam dengan orang orang khusus, tapi tidak boleh mudik sekali lagi,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR secara virtual, Rabu (6/5/2020).
Gayung bersambut, hari ini, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah merilis Surat Edaran No. 4/2020 terkait dengan tentang kriteria pembatasan perjalanan orang di masa pandemi.
Kriteria pengecualian bagi perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan pelayanan percepatan penanganan Covid-19, pelayanan pertahanan, keamanan dan ketertiban umum, pelayanan kesehatan, pelayanan kebutuhan dasar, pelayanan pendukung layanan dasar, dan pelayanan fungsi ekonomi penting.
Suasana penutupan Jalan Asia Afrika saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Pemerintah sendiri telah membuat timeline pelonggaran pembatasan sosial dan pemulihan ekonomi. Timeline pelonggaran tersebut mulai dilakukan 1 Juni 2020 atau disebut fase 1.
Pada fase 1 ini, industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B) dapat beroperasi dengan menerapkan social distancing, persyaratan kesehatan dan pakai masker.
Namun, toko, pasar, dan mal belum boleh beroperasi kecuali untuk toko penjualan masker dan fasilitas kesehatan. Kegiatan lain seperti di luar ruang dilarang berkumpul secara ramai-ramai.
Fase 2 pada 8 Juni 2020, toko, pasar, dan mal boleh buka tanpa diskriminasi sektor. Namun, harus mengikuti protokol ketat dengan pengaturan pekerjaan, melayani konsumen, dan tidak diperbolehkan dalam keadaan rame. Usaha dengan kontak fisik, seperti salon, spa, dan lainnya belum boleh beroperasi.
Fase 3 pada 15 Juni toko, pasar dan mal tetap seperti fase 2, tetapi ada evaluasi untuk pembukaan salon, spa dan lainnya. Tempat publik seperti museum, tempat pertunjukan dibuka dengan tidak adanya kontak fisik dan jaga jarak. Pada fase ini sekolah dibuka tetapi dengan sistem pembagian masuk berdasarkan jumlah kelas.
Fase 4 pada 6 Juli 2020, pembukaan kegiatan ekonomi seperti fase 3 dengan ditambah seperti restoran, kafe, bar, tempat gym dan lainnya. Pada fase ini kegiatan ibadah, traveling luar kota, dan outdoor diperbolehkan dengan pembatasan jumlah orang.
Fase 5 pada 20-27 Juli 2020 pembukaan tempat atau kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial berskala besar. Pada akhir Juli atau awal Agustus diharapkan sudah membuka seluruh kegiatan ekonomi.
Semangat pemerintah dalam melonggarkan kebijakan pembatasan sosial ini terlihat dari awal pekan ini. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebutkan bahwa laju kasus positif corona di Indonesia mengalami penurunan hingga 11 persen.
"Laju kasus baru menurun sampai 11 persen. Tetapi hal ini bukan berarti kita lengah," ucap Doni Monardo dalam video konferensi usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (4/5/2020).
Namun, realitasnya perlambatan kasus itu terjadi di Jakarta. Adapun di luar Jakarta penularan kasus masih cukup tinggi, karena ditemukan klaster-klaster baru.
Hingga Rabu (6/5/2020), data pemerintah memperlihatkan bahwa ada 367 kasus baru Covid-19 sehingga secara komulatif menjadi 12.438 kasus. Adapun kasus sembuh bertambah 120 pasien menjadi 2.317 orang. Kasus meninggal bertambah 23 pasien menjadi 895 orang.
Dengan melihat fenomena penularan masih besar, sebaiknya pemerintah harus berfikir matang dalam melonggarkan kebijakan pembatasan sosial. Pasalnya, risiko ekonomi akan jauh lebih besar apabila penularan dan pembatasan itu berlanjut hingga kuartal III.
Pemerintah sebaiknya tidak latah melihat negara lain yang telah melonggarkan karantina wilayah (lockdown). Karena mereka lebih dulu melakukan lockdown. Apalagi pembatasan sosial yang dilakukan Indonesia bukan lockdown. Tentu kita tidak ingin ekonomi semakin ambyar bukan?