Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Center of Macroeconomics and Finance INDEF Rizal Taufikurahman mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berkontraksi atau mencatatkan minus karena terdampak virus Corona (Covid-19).
Rizal telah melakukan simulasi untuk memproyeksikan indikator ekonomi makro pada kuartal II hingga IV tahun 2020, yaitu skenario berat, skenario sangat berat, dan skenario sangat berat sekali.
"Jika merujuk pada skenario sangat berat sekali, ekonomi Indonesia pada akhir 2020 bisa kontraksi atau minus 0,26 persen," katanya saat konferensi pers virtual, Rabu (6/5/2020).
Dia memaparkan data tersebut mengacu pada realisasi (baseline) pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,02 persen dan capaian kuartal I/2020 yang hanya 2,97 persen.
Untuk skenario berat, Rizal memprediksi produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga akhir tahun masih bertengger di level 1,42 persen. Dengan catatan, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 hanya 0,12 persen dengan proyeksi konsumsi rumah tangga yang terkontraksi 1,29 persen.
Sementara itu, dia meramal perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh 0,70 persen dimana PDB kuartal II/2020 terkontraksi 0,15 persen dan konsumsi mencatatkan minus 1,54 persen.
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah harus mencari strategi untuk mencegah penurunan perekonomian lebih dalam selama masa pandemi Covid-19. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah stimulus fiskal untuk digelontorkan kepada masyarakat dan sektor usaha, khususnya UMKM.
"Stimulus fiskal Rp405 triliun masih kurang nendang. Buktinya PDB kuartal II/2020 masih di bawah 3 persen. Pemerintah mau tak mau menambah untuk mengurangi kontraksi," imbuhnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 2,97 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2020. Adapun bila dibandingkan dengan kuartal IV/2019, kinerja perekonomian mencetak minus 2,41 persen.