Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pengembangan properti berkonsep superblok diperkirakan terkoreksi seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat setelah dilanda pandemi Covid-19.
Direktur Pusat Studi Properti Indonesia Panangian Simanungkalit mengatakan bahwa dengan adanya aturan pembatasan sosial dan kerja dari rumah membuat prospek sejumlah sektor properti menurun.
Perkantoran, misalnya, sejumlah perusahaan yang nyaman dengan budaya kerja dari rumah ke depan akan menyusutkan permintaan akan ruang kantor. Begitu pula dengan pusat belanja, dengan adanya imbauan untuk tetap di rumah, orang akan terbiasa belanja apa saja dari rumah dan tidak lagi pergi ke mal.
“Jadi, prospeknya sedikit harus direvisi dengan adanya budaya baru atau new normal ini. Karena banyak kampanye di rumah saja, mereka juga akan melihat Covid-19 ini apakah akan terus berlanjut dengan terkait gaya hidup social distancing, pakai masker, yang dalam studi Harvard malah diperkirakan sampai 2022,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (5/5/2020).
Satu hal yang bisa menjadi kunci sukses pengembangan superblok ke depan adalah pengembang perlu kembali melakukan perancangan dan riset ulang untuk menyesuaikan diri dengan kondisi new normal.
“Jadi, sebelum membangun dilihat apakah kebutuhan di lokasi itu mampu men-support pasok yang akan dibangun. Yang jelas properti secara umum masih down juga karena pertumbuhan ekonomi yang melemah,” sambungnya.
Baca Juga
Dari sisi pasokan, Panangian menegaskan bahwa komponen-komponen superblok saat ini sudah mengalami kelebihan pasokan, mulai dari perkantoran, pusat belanja, apartemen, dan juga hotel.
Terlebih, superblok juga rata-rata menyasar kalangan menengah ke atas sehingga kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi akan sangat besar.
“Dengan adanya perubahan gaya hidup pengembang harus melakukan analisis yang lebih cermat untuk menentukan permintaan setiap komponen superblok untuk menghindari kegagalan finansial sehingga perlu ada riset yang terperinci,” ujarnya.
Panangian juga menyebut bahwa pengembangan superblok bisa dibilang sudah memasuki titik jenuh. Pasalnya, komponen di superblok umumnya bukan merupakan kebutuhan primer, melainkan hanya kebutuhan sekunder bahkan tersier.
“Misalnya, untuk mereka yang mau beli rumah kedua di apartemen. Kalau kondisi ekonomi lemah, mereka juga tidak akan merasa perlu beli segera. Berbeda dengan properti perumahan yang menjadi kebutuhan dasar sehingga pasarnya tidak akan pernah jenuh,” lanjutnya.