Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis operator angkutan umum saat ini terguncang akibat berbagai kebijakan pemerintah dalam menghadapi virus corona atau Covid-19, bahkan sejumlah perusahaan kini berada di ambang kebangkrutan.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menuturkan saat ini hampir semua operator angkutan umum itu ditopang oleh kredit perbankan atau non perbankan (leasing). Kemudian, ketika armada tidak beroperasi 100 persen seperti yang saat ini terjadi akibat antisipasi penyebaran virus corona, cicilan kredit ke perbankan atau leasing tetap harus dibayarkan setiap bulan.
"Maka yang ada adalah ancaman kebangkrutan karena aset-aset mereka ada potensi dijual mencicil angsuran. Para operator bus pariwisata, AKAP, kapal laut, dan pesawat udara itu tidak mendapatkan keringanan berupa penundaan pembayaran cicilan seeperti diatur dalam aturan OJK karena besaran pinjaman mereka di atas Rp10 miliar," ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (4/5/2020).
Lebih lanjut, batas pinjaman yang mendapatkan keringanan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11 /Pojk.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 adalah untuk kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru dengan plafon paling banyak Rp10 miliar.
Dia menghitung jika harga satu unit bus besar Rp1,5 miliar dan operator tersebut memiliki kredit di atas 10 unit, maka pinjamannya sudah pasti di atas Rp10 miliar. Apalagi operator kapal, satu kapal jenis tugboat saja harganya Rp12 miliar.
Selain terbebani oleh angsuran bank setiap bulan, para operator juga tebebani oleh iuran BPJS untuk awak angkutan, Samsat, KIR, pajak, dan sebagainya.
Di sisi lain, meskipun armada mereka tidak beroperasi sama sekali, tetapi perawatan kendaraan tetap harus dilakukan agar kondisi kendaraan tetap prima dan mesin tidak cepat aus, sehingga secara otomatis teknisi dan pembersih kendaraan tetap harus bekerja, tidak libur.
"Semakin banyak armada yang dimiliki, semakin besar biaya tetap yang harus dikeluarkan tiap bulan, padahal pendapatan mereka nol rupiah," imbuhnya.
Para operator bus AKAP juga memiliki tanggung jawab pada awak angkutan, utamanya pengemudi, kernet, kondektur, dan agen tiket, karena umumnya mereka turut merintis usaha secara bersama-sama sehingga relasinya lebih bersifat kekeluargaan daripada hubungan industrial.
Hal yang sama juga dialami oleh para pengusaha kapal dan pesawat terbang, mereka kehilangan pendapatan, tapi sejumlah pengeluaran tidak bisa distop. Inilah yang membuat mereka dalam ancaman kebangkrutan usaha total bila tidak segera diselamatkan oleh Pemerintah.
"Awak angkutan sendiri dihadapkan pada masalah kebutuhan bertahan. Para awak angkutan itu umumnya berasal dari kelas menengah ke bawah di perkotaan atau di desa, mereka tidak memiliki lahan di kampung yang dapat dijadikan pelarian pada saat kondisi ekonomi sulit seperti sekarang," tegasnya.