Bisnis.com, JAKARTA - PT MRT Jakarta mempersiapkan empat skenario untuk menjaga keberlanjutan bisnis selepas menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19.
Namun demikian, Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar menjamin dalam skenario terburuk sekalipun, kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta masih akan tetap eksis dan mampu bangkit, walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama.
"Dalam mempersiapkan proses recovery ini ada empat skenario menghadapi krisis ini kita kembangkan karena kita belum tahu kapan Covid-19 ini mulai flat atau melandai, kemudian selesai," jelasnya dalam Diskusi Bulanan MRT Jakarta secara virtual, Rabu (29/4/2020).
William menjelaskan Analisis Business Continuity Management ini mengambil latar belakang analisis perekonomian nasional dari Kementerian Keuangan, dan analisis ekonomi global.
Empat skenario itu, di antaranya skenario moderat, skenario berat, skenario sangat berat, dan skenario buruk. Seluruh skenario memiliki periode Covid-19 yang berbeda-beda, yang nantinya dilanjut dengan 4 bulan periode rebound, serta tiga bulan periode stabil.
Menurut William, pengembangan beberapa skenario ini penting untuk mengantisipasi turunnya pendapatan tiket
Baca Juga
Skenario Moderat
Dalam skenario moderat, MRT Jakarta memproyeksi masa pandemi selesai dalam tiga bulan atau Mei 2020. Skenario ini pun menjadi landasan reschedule pembangunan MRT Fase II yang seluruhnya mundur tiga bulan.
Baik CP-201 (Bundaran HI-Sarinah) dari 1 Maret menjadi 3 Juni, CP-202 (Harmoni-Glodok), CP-203 (Glodok-Kota) dan CP-205 (Railway system & tracework) yang sebelumnya 7 September sama-sama mundur menjadi 1 Desember.
Sementara CP-206 (Rolling stock) mundur dari Desember 2020 hingga Juni 2021, serta CP-207 (AFC system) mundur dari Januari 2020 hingga Maret 2021.
"Kalau kondisi Covid-19 sudah mulai menurun, kondisi pekerjaan itu tetap aman, kita bisa start konstruksi di bulan Juni," ungkap William.
Beberapa pertimbangannya, yakni rasionalkan harga, evaluasi dan adaptasi scope kerja, serta strategi price adjustment karena beberapa kontrak pekerjaan menggunakan Yen, sehingga dapat menghunakan total budget loan Rp22,5 triliun.
Selain itu, pengerjaan konstruksi yang menghendaki mobilitas tinggi seperti alat berat, tak memungkinkan selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.
Skenario Berat dan Sangat Berat
Kedua, untuk skenario berat, MRT Jakarta memproyeksi periode Covid-19 akan berlangsung selama lima bulan, sehingga periode rebound baru bisa dimulai pada Agustus 2020, dan masih bisa mendapatkan sisa periode stabil di tahun ini hanya pada bulan Desember 2020.
Sementara untuk periode sangat berat, MRT Jakarta memproyeksi periode Covid-19 berlangsung sampai September 2020 sehingga tahun ini belum bisa menikmati periode stabil. Hanya bisa menghabiskan sisa akhir tahun melewati periode rebound.
William menjelaskan bahwa dua skenario ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap dua pendapatan utama, yakni pendapatan dari tiket yang targetnya sekitar Rp290 miliar dan pendapatan nontiket di atas Rp475 miliar.
Pasalnya, dalam dua skenario ini, masa akhir tahun 2020 akan dihabiskan untuk periode rebound atau upaya pengembalian ridership ke arah normal 100.000 penumpang per hari.
"Begitu krisis terjadi otomatis akan terjadi penurunan pendapatan. Baik itu farebox atau pun nonfarebox, bahkan mungkin juga yang kita antisipasi itu pendapatan subsidi, karena ada kontraksi terhadap APBN maupun APBD pemerintah," jelasnya.
Skenario Buruk
Terakhir, untuk skenario buruk, William mengungkap bahwa perusahaan telah siap menghadapi situasi ini lewat berbagai strategi walaupun tidak berharap situasi ini terjadi.
"Dampaknya tentu lebih berat karena terhadap pendapatan tiket dan pendapatan nontiket itu perlu diperhitungkan lagi. Skenario ini kita baru bisa kembali stabil di bulan Maret 2021. Tentu kita berharap skenario moderat, berharap Covid-19 tidak berkepanjangan, dan secara ekonomi kita bisa mengatasi hal ini," ujarnya.
Terkini, MRT Jakarta mengungkapkan bahwa telah mengurangi training, dan perjalanan dinas, serta menunda pengadaan simulator.
Namun, MRT Jakarta menjamin bahwa pihaknya tidak akan menggelar pengurangan signifikan terkait ketenagakerjaan. Perusahaan hanya menunda rekrutmen karyawan pada tahun ini.
"Simulator ini signifikan untuk melakukan training masinis, karena kalau kita tidak memiliki simulator kita harus mengirim masinis-masinis kita di luar negeri. Tapi ini yang memang kita tunda dulu sampai ke tahun depan karena nilainya signifikan," jelasnya.