Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dianggap Cuan, Nyatanya Tak Semua Kinerja Industri Mamin Ciamik

Kementerian Perindustrian, menggolongkan sektor mamin sebagai industri dengan permintaan tinggi.
Pekerja mengemas produk minuman kopi serbuk di pabrik produk hilir PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, Banaran, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (31/7)./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Pekerja mengemas produk minuman kopi serbuk di pabrik produk hilir PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, Banaran, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (31/7)./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Tidak semua subsektor industri makanan minuman merasakan peningkatan permintaan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Kementerian Perindustrian, menggolongkan sektor mamin sebagai industri dengan permintaan tinggi. Nyatanya, ada pula subsektor yang turut merasakan dampak penurunan permintaan akibat tekanan pandemi ini.

Ramadan dan Lebaran yang dianggap jadi momentum terbaik untuk peningkatan produksi hingga penjualan pun ternyata meleset.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan kinerja produksi yang masih baik antara lain, minyak goreng, bumbu masak, makanan sarapan, ikan dan daging kaleng, mie instan, makanan kering, dan biskuit.

Dari sisi minuman, hanya susu dan susu cair yang mengalami kinerja positif. Di sisi lain, industri air minum dalam kemasan atau AMDK paling parah terdampak penurunan permintaan akibat virus corona.

Menurut Adhi, penjualan yang bagus itu pun tidak dirasakan oleh semua ritel atau hanya toko-toko modern sedangkan general trade mengaku mengalami penurunan.

"Kalau penjualan secara daring setelah Covid-19 memang dilaporkan naik signifikan hingga 500-600 persen tetapi basis pasarnya masih kecil atau hanya 1-2 persen," katanya dalam rapat dengar pendapat virtual dengan Komisi VI DPR-RI, Senin (27/4/2020).

Secara total, Gapmmi mencatat sebanyak 71,4 persen pelaku industri mamin menyebutkan penjualannya menurun sekitar 20-40 persen. Imbasnya, lebih dari 50 persen pelaku industri tak yakin dapat membayarkan upah dan Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan secara utuh.

Sisi lain, persoalan yang dihadapi industri saat ini adalah bahan baku. Hal ini khususnya dialami oleh industri kecil dan rumah tangga yang sudah banyak tutup karena pasar utama atau 70 persen dari pariwisata dan hotel banyak yang sudah tidak beroperasi.

Adhi menyebut, industri selalu sepakat dengan gerakan ketahanan pangan agar tidak tergantung impor. Pasalnya, dia mencotohkan seperti di industri pengolahan susu, 80 persen bahan baku saat ini tergantung impor dan hanya 20 persen yang dari lokal.

"Kondisi itu menyulitkan dan banyak lagi bahan baku yang belum tersedia dalam negeri seperti gula, garam, daging, jagung, bawang. Untuk itu diperlukan kelancaran izin bahan baku dan penghapusan izin rekomendasi impor bahan baku," katanya.

Sementara itu, terkait permintaan penurunan biaya energi, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan DPR telah menerima masukan Gapmmi mengenai harga gas sesuai dengan Perpres Nomor 40/2016 untuk selanjutnya disampaikan pada rapat dengan Kementerian BUMN dan mitra terkait.

Dia pun sepakat dengan harga gas yang rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil akan meningkatkan kompetitif industri mamin yang saat ini menyumbang lebih dari sepertiga PDB nasioal.

"Saat ini dari sisi distribusi kami pun terus melakukan koordinasi di tingkat Kemenko Perekonomian agar setiap produk dapat dipasok ke seluruh pasar dalam negeri," ujarnya.

Sementara itu, secara keseluruhan Kemenperin mencatat utilisasi industri mamin berada di kisaran 50-80 persen.

Dengan perincian antara lain industri tepung terigu 83 persen, mie instan 76 persen, biskuit 70 persen, pengolahan kakao dan teh 50 persen, pengalengan ikan 50-60 persen, dan pengolahan susu lebih dari 80 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper