Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi pengembang menyatakan bahwa bisnis properti segmen rumah bersubsidi bisa anjlok jika tidak ada kebijakan yang tepat menyusul merosotnya penjualan akibat virus corona baru atau Covid-19.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan bahwa diperlukan jalan keluar untuk mengatasi segala permasalahan yang dihadapi pengembang kelas menengah ke bawah.
Menurutnya, daya tahan arus kas sejumlah pengembang hunian bersubsidi diprediksi hanya mampu untuk dua bulan ke depan.
Dia mengakui bahwa penjualan untuk saat ini telah anjlok hingga 30 persen.
"Yang jelas sekarang saja sudah sekitar 20 persen sampai 30 persen setengah mati nasib pengembang masyarakat berpenghasilan rendah," kata Daniel kepada Bisnis, Senin (27/4/2020).
Terpukulnya segmen hunian bersubsidi dinilai akan memperparah pasar properti Tanah Air mengingat pengembang kelas atas sudah lebih dahulu merasakan kelesuan penjualan sejak belakangan waktu ini.
Baca Juga
Daniel memprediksi jika isu corona ini berlangsung lama, tidak menutup kemungkinan anjloknya penjualan akan makin parah hingga ke level 40 persen. Namun, semua itu biasa diatasi tergantung pada kebijakan apa yang ditawarkan pemerintah.
Lagi pula, pengembang hunian bersubsidi saat ini mengaku lebih sulit dalam melakukan akad lantaran terbatasnya sejumlah operasional instansi. Pada saat yang bersamaan, arus kas pengembang juga terdampak.
"Makin sulit untuk akad KPR sehingga otomatis pengembang lebih sulit lagi untuk mengatur arus kasnya. Padahal, kita tahu sektor perumahan menyerap tenaga kerja luar biasa dan menggerakkan industri lainnya," tutur dia.
Untuk itu, pengembang berharap supaya ada kebijakan atau terobosan lain dari pemerintah menyusul POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dan stimulus Rp1,5 triliun untuk sektor perumahan.