Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyebut pandemi virus corona atau Covid-19 sangat bedampak terhadap pergerakan harga minyak dunia saat ini.
Jonan menilai, pergerakan harga minyak saat ini sangat dipengaruhi oleh lemahnya permintaan minyak dunia yang disebabkan lumpuhnya sebagian kegiatan di sejumlah negara.
“Dengan ada pandemi demand dan supply akan sangat berpengaruh,” ujarnya dalam telekonferensi pada Selasa (14/4/2020).
Asumsi tersebut tercermin pada harga minyak dunia saat ini yang belum menunjukan tren penguatan meskipun Rusia dan Arab Saudi beserta negara-negara Opec+ yang sepakat memangkas produksi minyaknya.
Menurutnya, kesepakatan untuk memangkas produksi sebesar 20 juta barel per hari tersebut berkisar 20 persen dari total produksi minyak dunia yang ada pada kisaran 100 juta barel per hari.
Pada kondisi normal, kata Jonan, pemangkasan produksi minyak dunia sebesar 5 persen saja sudah dapat melambungkan harga minyak dunia.
Baca Juga
“Harga minyak dunia ini selalu dipengaruhi berbagai hal dari produksi dan konsumsi, yang kedua pergerakan politik dunia yang tidak bisa dibaca secara lengkap,” tuturnya.
Adapun, pada perdagangan Selasa (14/4/2020) pukul 16.19 WIB, harga minyak WTI kontrak Mei 2020 melemah 2,23 persen atau 0,50 poin menjadi US$21,91 per bare. Adapun, minyak Brent kontrak Juni 2020 melemah 1,39 persen atau 0,44 poin menuju US$31,30 per barel.
Dilansir dari Bloomberg, pada Senin (13/4/2020) Menteri Energi Arab Saudi mengatakan bahwa pihaknya siap untuk memangkas pasokan lebih lanjut jika diperlukan saat pertemuan OPEC+ Juni mendatang.
Di lain pihak, meski tak spesifik, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut dalam cuitannya bahwa pemotongan yang disetujui oleh koalisi akan mendekati 20 juta barel per hari, di tengah keraguan bahwa pengurangan tidak cukup signifikan.
Perjanjian OPEC + untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari mulai bulan Mei merupakan pengurangan terkoordinasi terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah. Namun, angka tersebut tetapi masih dikerdilkan oleh penurunan konsumsi minyak yang jauh lebih besar sebagai buntut dari pandemi.
Harga minyak terjun bebas sejak pertengahan Februari, setelah seluruh negara di dunia memberlakukan lockdown untuk mencoba menghentikan penyebaran virus serta membatasi konsumsi segala sesuatu mulai dari bahan bakar jet hingga bensin.
Seiring lenyapnya permintaan global, Arab Saudi berupaya menjaga agar barelnya tetap kompetitif dengan mengurangi harga semua nilainya ke Asia dan kawasan Mediterania.
Periode Mei-Juni bergerak semakin dalam ke posisi contango, yakni situasi dimana indeks berjangka dari sebuah komoditas lebih tinggi dibandingkan harga spot. Ini sekaligus menandakan adanya kelebihan suplai yang tinggi dibanding output.
Pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan OPEC+ tidak akan cukup untuk menstabilkan pasar yang mana kerugian permintaan dapat mencapai 35 juta barel per hari dan ruang penyimpanan menjadi cepat habis.