Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Merosot, Ini Respons KKKS

Merosotnya harga minyak dunia membuat para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak memberlakukan sejumlah kebijakan.
ilustrasi
ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Terus merosotnya harga minyak dunia dan harga rata-rata minyak Indonesia membuat para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak dan gas bumi dalam negeri menghitung ulang rencana kerja dan anggaran tahun ini.

Adapun, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP selama Maret 2020 kembali tertekan menjadi US$$34,23 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan harga rata-rata pada Februari 2020.

Berdasarkan formula ICP, harga rata-rata pada Maret 2020 turun US$22,38 per barel dibandingkan dengan US$56,51 pada Februari 2020.

Penurunan signifikan juga dialami ICP SLC sebesar US$ 21,40 per barel dari US$ 57,18 per barel pada Februari 2020 menjadi US$ 35,78 per barel pada Maret 2020.

Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan skenario terkait dengan fluktuasi ICP cenderung rendah.

Dengan kondisi itu, pihaknya menyiapkan skenario untuk merevisi penurunan capital expenditure (capex) sebesar 30 persen dan operating expenditure (opex) sebesar 20 persen.

“Masih kami review, karena sekali lagi, sangat tergantung dinamika harga minyak,” katanya kepada Bisnis pekan lalu.

Selain itu, Nanang menambahkan, pada saat ini pihaknya harus menemui masalah lainnya, yakni sejumlah curtailment dari sejumlah pelanggan.

Menurutnya, hingga saat ini beberapa konsumen gas Pertamina EP sudah ada yang meminta untuk menurunkan pasokannya.

“[Penurunan] variasi ada yang 10 persen sampai dengan 30 persen,” jelasnya.

Sementara itu, PT Pertamina Hulu Energi juga menyiapkan skenario untuk merevisi rencana kerja tahun ini menyusul pelemahan harga minyak dunia.

Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Meidawati menjelaskan bahwa pihaknya bakal memangkas sejumlah target yang sebelumnya dicanangkan mulai dari target operasional dan target kinerja.

Untuk operasional, pihaknya merevisi target pengeboran eksplorasi dari yang sebelumnya 6 sumur menjadi 4 sumur, sedangkan untuk pengeboran development direvisi dari 51 sumur menjadi 37 sumur tahun ini. Sementara untuk kegiatan work over dari 50 sumur menjadi 47 sumur.

Dia menambahkan, skenario yang dipersiapkan lainnya adalah memangkas target produksi minyak menjadi 76,6 Mbopd dari target semula 84,3 Mbopd, sedangkan target produksi gas direvisi menjadi 715 Mmscfd dari target semula 822 Mmscfd.

Dari sisi kinerja, Meidawati mengungkapkan pihaknya merevisi anggaran biaya investasi dari US$542 juta menjadi US$459 juta dan untuk anggara biaya operasi dipangkas menjadi US$1,3 miliar menjadi US$1,03 miliar. Selain itu, untuk target laba Pertamina Hulu Energi tahun ini dipangkas cukup dalam menjadi US$189 juta dibandingkan dengan target sebelumnya yang dipatok pada US$487 juta.

“Kami PHE sesuai arahan Pertamina [Persero] sudah membuat  atau menyiapkan revisi. Arahan persero kami diminta membuat skenario kalau harga minyak US$40 per BBL, apa yang dilakukan ya kami buat evaluasi berdasarkan keekonomian begitu,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Di lain pihak, PT Medco Energi Internasional Tbk. turut memangkas sejumlah targetnya tahun ini.

Mengutip laporan investor perseroan, Medco memangkas belanja modal tahun ini yang semula sebesar US$340 juta menjadi hanya sebesar US$240 juta. Adapun, dari belanja modal yang baru itu sebesar US$180 juta dialokasikan untuk segmen minyak dan gas, sedangkan US$60 juta untuk segmen listrik.

Lebih lanjut, dari total belanja modal di segmen minyak dan gas, sebanyak US$117 juta untuk proyek PSC, US$21 juta untuk proyek non-PSC, dan US$42 juta untuk biaya eksplorasi.

Medco turut memangkas anggaran opex sekitar 15 persen, yang termasuk antara lain adanya penundaan beberapa proyek yang kurang ekonomis dan penundaan beberapa pelatihan.

Selain itu, Medco Energi memangkas target produksi yang semula sebesar 110.000 barrel oil equivalent per day (boepd), menjadi di kisaran 100.000-105.000 boepd.

Adapun, dari panduan produksi terbaru itu terdiri atas produksi minyak di kisaran 33.000-38.000 boepd dan produksi gas di kisaran 67.000 boepd.

Presiden Direktur Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro, menegaskan bahwa ketika harga minyak mentah global masih berada di atas US$20 per barel dan penurunan tidak berkepanjangan, profitabilitas perseroan masih dapat terjaga.

“Di atas US$20 per barel, Medco masih profitable tapi tentunya program-program eksplorasi dan pengembangan akan terganggu,” papar Hilmi kepada Bisnis, belum lama ini.

Di lain pihak, Azi N. Alam, Vice President Public and Government Affairs, ExxonMobil Indonesia megantakan, hingga saat ini pelemahan harga minyak belum memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas produksi perseroan.

“Hingga saat ini, tidak ada dampak terhadap operasi dan produksi dari Blok Cepu,” katanya kepada Bisnis, Jumat (27/3/2020).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper