Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pro Kontra Perluasan Stimulus Listrik

Tidak hanya pelanggan PLN dengan kapasitas 450 VA dan 900 VA bersubsidi, sektor industri juga perlu uluran stimulus listrik.
Penampakan trafo Interbus Transformer (IBT) unit 2 Gardu Induk (GI) Kiliranjao di Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat./Istimewa - PLN
Penampakan trafo Interbus Transformer (IBT) unit 2 Gardu Induk (GI) Kiliranjao di Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat./Istimewa - PLN

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana memperluas stimulus berupa keringanan listrik untuk sektor industri, usaha mikro, kecil dan menengah, dan pelanggan rumah tangga non subsidi di tengah merebaknya pandemi virus corona (Covid-19).

Saat ini kebijakan tersebut masih dilakukan sejumlah kajian bersama dengan sejumlah kementerian.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan kebijakan keringanan listrik ini perlu diperpanjang dan diperluas tidak hanya kepada pelanggan rumah tangga subsidi saja.

Jika Covid-19 ini masih merebak hingga akhir tahun 2020, menurutnya, kebijakan keringanan listrik ini tidak hanya perlu diperpajang masa berlakunya tetapi juga perlu diperluas bagi seluruh golongan pelanggan rumah tangga dan pelanggan industri.

"Pemberian keringanan listrik bagi seluruh pelanggan rumah tangga akan menaikkan daya beli masyarakat," ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Untuk pemberian insentif bagi industri dalam bentuk keringanan biaya listrik akan mendorong industri tetap menjalankan usahanya pada kapasitas normal.

Kenaikan daya beli dan beroperasinya industri dalam kapasitas normal dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang dipredikasikan melemah akibat wabah Covid-19.

"Kalau Covid-19 masih melanda hingga akhir tahun, kebijakan diskon listrik harus diperpanjang. Bahkan harus diperluas bagi pelanggan non-subsidi dan industri," kata Fahmy.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menuturkan perluasan pemberian listrik ini sangat diperlukan, terutama untuk UMKM dan pelanggan rumah tangga non subsidi 900 VA, 1.300 VA dan 2.200 VA yang karena work from home ini beban listriknya mengalami kenaikan.

"Ini agar masyarakat punya daya beli karena beban listrik saat work from home meningkat," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat tujuan pemberian subsidi di awal yakni mempertahankan daya beli rumah tangga miskin, mencegah agar jumlah orang miskin tidak bertambah dan menjamin akses energi bagi masyarakat.

"Dengan ketiga tujuan ini maka menurut hemat saya pelanggan rumah tangga 900 VA non-subsidi dan pelanggan listrik diatasnya tidak terlalu diperlukan subsidi untuk saat ini. Saya kira pemerintah tetap perlu cermat dan tepat dalam pemberian subsidi listrik," tuturnya.

Pemberian insentif keringanan listrik untuk UKM yaitu kategori pelanggan bisnis B1 bisa dipertimbangkan untik mendapatkan subsidi listrik tambahan seperti rumah tangga.

"Tapi mungkin bukan sekarang karena saat ini bisnis/usahanya mengalami idle atau sedang tidak produksi jadi kalau mau diberikan subsidi tambahan bisa dilakukan 2 bulan hingga 3 bulan mendatang ketika mereka sudah mulai berproduksi secara normal," ucap Fabby.

Sementara itu, pemberian stimulus listrik untuk industri tak perlu diberikan oleh pemerintah tetapi melalui instrumen diskon tarif oleh PLN. Industri yang diberikan khususnya diberikan pada industri ekspor yang terdampak dan mengalami tekananan bisnis.

"PLN sudah punya data-data pelanggannya dan bisa memutuskan promosi diskon harga untuk pelanggan industrinya. Jadi dengan itu pemerintah tdk menanggung subsidi terlalu besar dan tidak membuat distorsi yg terlalu besar pada harga listrik," terangnya.

Untuk memberikan diskon ke pelanggan bisnis besar dan industri mungkin diberikan oleh PLN karena ada penurunan biaya produksi akibat penurunan harga energi primer, walaupun ada kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang cukup besar.

"Biaya produksi untuk 9 bulan mendatang bisa dihitung ulang dan sepertinya ada ruang untuk memberikan diskon tarif 5% hingga 10% untuk pelanggan industri dan bisnis tertentu," ujar Fabby.

Terpisah, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan anggaran subsidi listrik pada APBN tahun anggaran Rp54,8 triliun. Angka subsidi listrik 2020 ini juga lebih kecil dari anggaran subsidi listrik pada 2019 yang sebesar Rp65,3 triliun. Apalagi Pemerintah ada rencana mencabut subsidi listrik untuk 7 juta pelanggan 900 VA pada 2020.

Dengan kondisi saat ini, Biaya Pokok Pebangkitan (BPP) pada pembangkit, dengan turunnya harga minyak dunia sudah barang tentu akan berdampak terhadap harga batu bara sebagai bahan baku energi yang banyak digunakan oleh PLTU.

"Hanya saja, sampai saat ini penurunan harga batu baru ternyata tidak begitu signifikan, hanya turun sekitar 1-2 persen saja. Sementara itu harga minyak turun hingga 40 persen lebih," katanya.

Harga batu bara masih cukup stabil antara US$64 per ton hingga US$66 per ton, tentu berdampak pada biaya pokok pembangkitan (BPP) pada PLTU karena tidak mengalami penurunan yang signifikan. Saat ini pembangkit listrik di Indonesia sekitar 70 persen bersumber dari PLTU batu bara.

Menurutnya, perluasan stimulus listrik untuk menjangkau pelanggan non subsidi ini sudah tentu akan memperberat keuangan PLN. Program perluasan stimulus listrik hanya bisa dilakukan apabila ada konpensasi dari pemerintah untuk yang bisa saja dananya tersedia dan menjadi bagian dalam skema Perpu.

"Kita harus realistis, dan obyektif, bahwa kondisi keuangan PLN belum lah solid," ucap Sugeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper