Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo akhirnya angkat bicara soal cadangan devisa Maret 2020 yang turun sebesar US$9,4 miliar menjadi US$121 miliar.
"Sebanyak US$2 miliar utang pemerintah jatuh tempo, dan sekitar US$7 miliar untuk stabilisas nilai tukar rupiah," tegas Perry dalam media briefing, Selasa (7/4/2020).
Stabilisasi rupiah ini dilakukan secara intensif pada minggu kedua dan ketiga Maret ketika ada kepanikan global dan investor global melepas saham dan oblihasi.
Kendati berkurang, Perry menegaskan nilai cadangan devisa saat ini sebesar US$121 miliar masih mencukupi.
Selain itu, dia menegaskan Indonesia memiliki perjanjian repo line dengan IMF dan bilateral swap dengan sejumlah negara.
Cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2020 yang turun sebanyak US$9,4 miliar menjadi US$121,0 miliar merupakan posisi terendah sejak Mei 2019.
Cadangan devisa ini jatuh dari posisi akhir Februari 2020 sebesar US$130,4 miliar. Padahal pada Januari 2020, Indonesia membukukan cadangan devisa sebesar US$131,7 miliar, tertinggi sejak Januari 2018.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko menuturkan penurunan cadangan devisa pada Maret 2020 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai tukar Rupiah di tengah kondisi “extraordinary” karena kepanikan di pasar keuangan global dipicu pandemi COVID-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia.
"Bank Indonesia menilai bahwa cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah," ujar Onny melalui keterangan resmi, Selasa (7/4/2020).