Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengusulkan agar pemerintah sebaiknya memberikan subsidi terhadap selisih kekosongan okupansi bus selama masa pandemi corona (Covid-19) dari pada menaikkan tarif angkutan umum.
Sekjen Organda Ateng Haryono mengatakan hal itu seperti yang telah dilakukan kepada operator Transjakarta dengan memberikan subsidi atau public service obligation (PSO). Hal itu membuat keberlangsungan operasional tetap berjalan kendati ada penumpang maupun tidak ada penumpang.
Di satu sisi jika bus tetap dijalankan, bisa menjadi salah satu media penularan, tetapi di sisi lain tidak adanya larangan operasional yang tegas membuat bus harus tetap berjalan kendati tingkat permintaan turun drastis.
"Mungkin lebih bagus lagi selisih okupansi yang diwajibkan kepada kami bisa dibeli pemerintah. Layanan kami dibeli pemerintah. Contohnya angkutan perusahaan yang sudah PSO otomatis mau jalan ada penumpang nggak ada nggak ada persoalan,” jelasnya, Senin (6/4/2020).
Ateng menuturkan saat ini pemerintah banyak mengeluarkan aturan yang simpang siur. Pada 30 Maret 2020, untuk membatasi operasional mulai pukul 18.00 WIB.
Pada waktu itu, lanjutnya, pihak operator sudah bersiap-siap tetapi kemudian hal itu dibatalkan. Selanjutnya, rekomendasi Surat Edaran dari BPTJ.
Baca Juga
“Kemudian muncul lagi isu lain bahwa ada pembatasan okupansi yang wajib kami lakukan. Pembatasan okupansi itu kemudian di satu sisi, tetap di sisi lain ada pemikiran menaikkan tarif. Diwajibkan naikkan tarif," imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah menerapkan kebijakan ketat untuk masyarakat yang tetap melaksanakan mudik dengan mengimplementasikan jaga jarak fisik. Adapun, jaga jarak fisik tersebut di antaranya dilakukan dengan mengurangi kapasitas penumpang, baik penggunaan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.