Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CAD Ditambal Portfolio Asing, Indonesia Rawan Tertekan Sentimen Global

Indonesia dinilai masih rentan diguncang oleh sentimen global. Hal ini disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB) dalam laporan terbarunya yang berjudul Asian Development Outlook 2020
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Maria Yuliana Benyamin (dari kiri) berbincang dengan Vice President Asian Development Bank (ADB) Bambang Susantono, Deputy Chief Economist Joseph Zveglich, Direktur Bisnis Indonesia Gagaskreasitama Chamdan Purwoko, Professor and Author of Indonesia and ADB:Fifty Years of Partnership Peter McCawley dan Country Director for Indonesia ADB Winfried Wicklein disela-sela kunjungannya ke Kantor Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Maria Yuliana Benyamin (dari kiri) berbincang dengan Vice President Asian Development Bank (ADB) Bambang Susantono, Deputy Chief Economist Joseph Zveglich, Direktur Bisnis Indonesia Gagaskreasitama Chamdan Purwoko, Professor and Author of Indonesia and ADB:Fifty Years of Partnership Peter McCawley dan Country Director for Indonesia ADB Winfried Wicklein disela-sela kunjungannya ke Kantor Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai masih rentan diguncang oleh sentimen global. Hal ini disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB) dalam laporan terbarunya yang berjudul Asian Development Outlook 2020.

Kerentanan ini muncul terutama karena Indonesia menambal defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dengan aliran investasi portfolio.

Tercatat, asing menguasai dua pertiga ekuitas yang beredar di pasar modal dan menguasai sepertiga surat berharga negara (SBN) di Indonesia.

Pada tahun ini, CAD diproyeksikan bakal mencapai 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dibandingkan 2019 yang mencapai 2,7 persen dari PDB.

Turunnya harga minyak global memang menjadi keuntungan tersendiri dalam jangka pendek. Namun, hal tersebut bakal tergerus oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti gas, batu bara, CPO, dan karet.

Dengan turunnya konsumsi domestik pada tahun ini, impor diekspektasikan bakal terkontraksi jauih lebih dalam dibandingkan ekspor sehingga neraca dagang akan berada di posisi surplus.

Defisit pada neraca pendapatan primer bakal terus berlanjut seiring dengan kencenderungan investor asing untuk merepatriasi dividen.

Sebelumnya, World Bank juga telah memproyeksikan CAD bakal melebar ke 2,8 persen dari PDB seiring dengan tertekannya performa sektor pariwisata dan jatuhnya harga komoditas andalan ekspor.

Sepanjang 2019, defisit neraca transaksi berjalan tercatat mencapai US$30,41 miliar atau 2,72 persen dari PDB dengan defisit neraca pendapatan primer sebagai penekan utama. Defisit neraca pendapatan primer tahun lalu mencapai US$33,77 miliar.

Defisit juga nampak pada defisit neraca migas yang mencapai US$10,31 miliar dan defisit neraca jasa sebesar US$7,78 miliar.

Namun, balance of payment atau neraca pembayaran Indonesia (NPI) surplus di nominal US$4,67 miliar disokong oleh surplus pada neraca transaksi finansial.

Neraca transaksi finansial tercatat surplus hingga US$36,33 miliar disokong oleh neraca investasi portofolio sebesar US$21,55 miliar dan neraca investasi langsung yang juga surplus US$20,04 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper