Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLN dan Pengusaha Listrik Swasta Dinilai Perlu Renegosiasi Kontrak

Rendahnya pertumbuhan konsumsi listrik dinilai perlu diimbangi oleh proses renegosasi kontrak antara PT PLN (Persero) dengan pengusaha listrik swasta.
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) bersama Independet Power Producer (IPP) diminta melakukan renegosiasi kontrak dengan pengusaha listrik swasta akibat rendahnya pertumbuhan konsumsi listrik di tengah Virus Corona (Covid-19).

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan saat ini pembangkit yang ada menghasilkan energi listrik sekitar 56 GigaWatt (GW).

"Dalam rumus umum pertumbuhan kebutuhan energi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah 1 persen pertumbuhan ekonomi dibutuhkan 1,2 persen pertumbuhan energi listrik," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (3/4/2020).

Dalam APBN 2020, ditargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen artinya dibutuhkan pertumbuhan energi listrik sebesar 7 persen.

Dengan kondisi saat ini terjadi pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan target. Hal ini tentu berdampak semakin banyak energi listrik yang tidak terserap.

"Sebagai informasi saja, bahwa kondisi saat ini terjadi over suplai sekitar 40 persen energi listrik," ucapnya.

Dia menilai kontrak yang menggunakan sistem TOP (take or pay) tentu menjadi semakin berat dengan kondisi yang ada saat ini sehingga memang perlu adanya relaksasi dan pembicaraan ulang terhadap kontrak-kontrak yang ada.

"Yang patut dicermati adalah kondisi darurat adanya kejadian penyebaran virus korona Covid-19 ini apakah termasuk sebagaimana force majeure yang tercantum dalam kontrak pada saat penandatanganan PPA (Power Purchase Agreement) atau kah tidak? Itulah yang menjadi tantangannya," tutur Sugeng.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengusulkan agar ada kebijakan untuk renegosiasi kontrak PLN dengan IPP thermal yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk menurunkan Capacity Factor ke level minimal 60 persen dari 85 persen karena ada kondisi force majeure.

"Ini diperlukan untuk menjaga agar keuangan PLN agar tetap sehat," ujarnya.

Dia memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan berkisar 1,8 persen hingga 2 persen di sepanjang tahun ini. SAat ini terjadi penurunaan permintaan atau konsumsi listrik di tengah pandemi Covid-19 sebesar 3 GW hingga 4 GW.

"Kalau dengan pertumbuhan ekonomi yg diprediksi maksimal 2,3 persen maka pertumbuhan listrik mungkin hanya 1,8 persen hingga 2 persen saja tahun ini," kata Fabby.

Hal ini juga membuat tingkat kapasitas pembangkit mengalami penurunan sebab tidak dibarengi dengan penyerapan daya listrik baru sehingga membuktikan memang akan terjadi oversupply di sistem Jawa dan Sumatra.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana tak menampik pertumbuhan konsumsi listrik yang rendah di tahun ini akibat Covid-19. Kendati demikian, pihaknya belum menghitung secara detail seberapa besar koreksi target pertumbuhan konsumsi listrik di tahun ini.

Untuk diketahui, target pertumbuhan konsumsi listrik di tahun ini sebesar 4,55 persen di tahun ini. Realisasi konsumsi listrik sepanjang tahun lalu hanya bertumbuh sebesar 4,57 persen.

Konsumsi listrik yang rendah akibat pandemi Covid-19 ini tentu akan berdampak pada PLN yang mengalami oversupply listrik. Perusahaan listrik pelat merah ini harus membayar denda take or pay. Adapun take or pay mewajibkan PLN menyerap listrik dari perusahaan produsen listrik swasta atau IPP dalam jumlah minimal sekian persen dari kapasitas total pembangkit.

"Kami melakukan antisipasi kemungkinan oversupply dampak dari pandemi ini. Dimungkinkan untuk renegosiasi kontrak kerja sama beli listrik antara PLN dan IPP, itu yang masih dikaji," tutur Rida.

Sementara itu, Kalangan produsen listrik swasta akan mengkaji opsi terbaik kontrak jangka panjang pembelian listrik di tengah situasi pandemi Virus Corona atau Covid 19.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan terjadinya wabah Covid-19 ini tentu membuat semua prihatin.

Para perusahaan pembangkit listrik swasta yang tergabung APLSI mendukung penuh semua langkah penanganan dari Pemerintah dan siap bekerjasama membantu pencegahan meluasnya wabah covid ini.

Saat ini, APLSI belum memiliki data mengenai dampak langsung wabah ke konsumsi listrik.

"Kami menghormati semua komitmen kami yang disepakati di dalam perjanjian PPA," ucapnya.

Pihaknya optimistis setelah Indonesia dapat menangangi wabah ini, maka kegiatan ekonomi akan kembali mengalami pertumbuhan sehingga pertumbuhan permintaan konsumsi listrik ke depan secara jangka panjang perlu diantisipasi.

Arthur menuturkan pihaknya akan terus mengkaji opsi-opsi terbaik dengan mempertimbangkan situasi ekonomi dan tetap mempertahankan keberlangsungan iklim investasi di Indonesia yang kuat secara jangka panjang dengan adanya prinsip kepastian kesepakatan di awal.

"Ini mengingat bahwa kontrak-kontrak jangka panjang ini melibatkan penyediaan lapangan pekerjaan dengan jumlah besar, investasi miliaran dolar, dan juga adanya komitmen para investor dan lembaga perbankan baik dari dalam negeri maupun internasional," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper