Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan konsumsi listrik nasional diperkirakan melambat berkisar 1,8 persen hingga 2 persen sepanjang tahun ini.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa saat ini terjadi penurunaan permintaan atau konsumsi listrik di tengah pandemi Covid-19 sebesar 3 Gigawatt (GW) hingga 4 Gigawatt (GW).
"Kalau dengan pertumbuhan ekonomi yang diprediksi maksimal 2,3 persen, maka pertumbuhan listrik mungkin hanya 1,8 persen hingga 2 persen tahun ini," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (2/4/2020).
Hal ini, katanya, akan membuat tingkat kapasitas pembangkit mengalami penurunan sebab tidak dibarengi dengan penyerapan daya listrik baru sehingga membuktikan memang terjadi kelebihan suplai di sistem kelistrikan Jawa dan Sumatra.
Menurut Fabby, kondisi saat ini kecil kemungkinan dapat pulih dalam waktu singkat. Dia mengusulkan sejumlah langkah ini bisa membantu sisi finansial PLN di tengah Covid-19 dan pelemahan rupiah. Misalnya, PLN diminta lakukan penjadwalan ulang commercial on date (COD) pembangkit yang akan masuk tahun ini dan tahun depan.
Selain itu, diperlukan pula kebijakan untuk renegosiasi kontrak PLN dengan produsen listrik swasta proyek yang akan datang. Dia memproyeksikan akan ada 21 GW pembangkit yang masuk dalam 3 tahun hingga 4 tahun mendatang.
Baca Juga
"Renegosiasi sebaiknya tidak hanya dengan IPP [independent power producer] existing. Ini untuk menurunkan faktor kapasitas ke level minimal 60 persen dari 85 persen karena ada kondisi force majeure," ucapnya.
Selain itu, diperlukan renegosiasi dengan pemasok energi primer khususnya batu bara dan gas untuk menyesuaikan volume dan harga dan optimalkan energi terbarukan karena energi terbarukan punya biaya marginal rendah.
"Dalam kondisi beban dasar turun, energi terbarukan sepeti hidro lebih efektif mengisi beban dasar di sistem PLN khususnya di luar Jawa," tutur Fabby.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menuturkan bahwa konsumsi listrik yang rendah akibat pandemi Covid-19 ini tentu akan berdampak pada PLN yang mengalami kelebihan pasok listrik.
Perusahaan listrik pelat merah ini harus membayar denda take or pay. Take or pay ini mewajibkan PLN menyerap listrik dari perusahaan produsen listrik swasta atau IPP dalam jumlah minimal sekian persen dari kapasitas total pembangkit.
"Kami melakukan antisipasi kemungkinan oversupply dampak dari pandemi ini. Dimungkinkan untuk renegosiasi kontrak kerja sama beli listrik antara PLN dan IPP, itu yang masih dikaji," kata Rida.