Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan produsen listrik swasta akan mengkaji opsi terbaik kontrak jangka panjang pembelian listrik di tengah situasi pandemi virus corona saat ini.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuka opsi dilakukannya renegosiasi kontrak kerja sama pembelian listrik antara PT Perusahaan Listrik Negara dan produsen listrik swasta (independet power producer/IPP) lantaran pertumbuhan konsumsi listrik yang diproyeksikan akan rendah pada tahun ini akibat pandemi Covid-19 (virus corona).
Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan bahwa terjadinya wabah Covid-19 ini tentu membuat semua prihatin.
Para perusahaan pembangkit listrik swasta yang tergabung APLSI mendukung penuh semua langkah penanganan dari pemerintah dan siap bekerja sama membantu pencegahan agar wabah ini tidak meluasnya.
Saat ini, APLSI belum memiliki data mengenai dampak langsung wabah ke konsumsi listrik.
"Kami menghormati semua komitmen kami yang disepakati di dalam perjanjian PPA [power purchase agreement]," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (3/4/2020).
Baca Juga
Arthur optimistis setelah Indonesia dapat menangangi wabah ini, kegiatan ekonomi akan kembali mengalami pertumbuhan sehingga pertumbuhan permintaan konsumsi listrik ke depan secara jangka panjang perlu diantisipasi.
APLSI, katanya, akan terus mengkaji opsi-opsi terbaik dengan mempertimbangkan situasi ekonomi dan tetap mempertahankan keberlangsungan iklim investasi di Indonesia yang kuat secara jangka panjang dengan adanya prinsip kepastian kesepakatan di awal.
"Ini mengingat bahwa kontrak-kontrak jangka panjang ini melibatkan penyediaan lapangan pekerjaan dengan jumlah besar, investasi miliaran dolar, dan juga adanya komitmen para investor dan lembaga perbankan baik dari dalam negeri maupun internasional," terangnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengusulkan agar ada kebijakan untuk renegosiasi kontrak PLN dengan IPP termal yakni pembangkit listrik tenaga uap untuk menurunkan capacity factor ke level minimal 60 persen dari 85 persen karena ada kondisi kahar (force majeure).
"Ini diperlukan untuk menjaga agar keuangan PLN agar tetap sehat," ujarnya.