Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian ESDM memproyeksikan pertumbuhan konsumsi listrik akan menurun sehingga tak mencapai yang ditargetkan sebesar 4,55 persen di tahun ini.
Untuk diketahui, realisasi konsumsi listrik sepanjang tahun lalu hanya bertumbuh sebesar 4,57 persen.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan pertumbuhan konsumsi listrik di sepanjang tahun ini akan mengalami penurunan atau koreksi target.
Hal ini dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 ini yang membuat konsumsi untuk sektor industri dan sektor bisnis atau komersial menurun akibat kebijakan Pemerintah yang meminta masyarakat berada di rumah.
"Tentu saja kami harus koreksi pertumbuhan listrik karena merupakan bukti dari pertumbuhan ekonomi, tapi karena pengumumannya baru tadi tolong beri waktu untuk mengkaji berapa perubahannya karena sangat cepat. Pasti berubah," ujarnya dalam Video Conference, Rabu (1/4/2020).
Saat ini, penurunan konsumsi listrik untuk rumah tangga mengalami lonjakan pemakaian, sedangkan untuk konsumsi listrik untuk sektor bisnis dan komersial mengalami penurunan konsumsi.
"Konsumsi listrik untuk rumah tangga mengalami kenaikan 1 persen hingga 3 persen, ini sangat logis karena banyak yang dirumah. Jntuk industri dan komersial seperti hotel, pusat perbelanjaan menurun konsumsinya karena ada beberapa yang tutup karena enggak ada pengunjung. Data yang saya siapkan untuk R-3/TR 6.600 VA keatas sudah ada peningkatan sekitar 3 persen untuk disjaya," ucapnya.
Pihaknya akan terus memantau kondisi ke depan yang tak bisa diprediksi. Hal ini agar dapat mengantisipasi dampak pada turunnya konsumsi listrik tak terlalu besar.
"Kami sedang pantau, karena kami enggak tahu perkembangan ke seperti apa. Kami berusaha untuk mengantisipasi agar dampaknya tak terlalu besar kepada PLN kalau ada penurunan penggunaan listrik. Pasti turun, hotel turun, mall, industri juga turun penggunaan listriknya," tuturnya.
Konsumsi listrik yang rendah akibat pandemi Covid-19 ini tentu akan berdampak pada PLN yang mengalami oversupply listrik. Perusahaan listrik pelat merah ini harus membayar denda take or pay. Take or pay ini mewajibkan PLN menyerap listrik dari perusahaan produsen listrik swasta atau Independet Power Producer (IPP) dalam jumlah minimal sekian persen dari kapasitas total pembangkit.
"Kami melakukan antisipasi kemungkinan oversupply dampak dari pandemi ini. Dimungkinkan untuk renegosiasi kontrak kerja sama beli listrik antara PLN dan IPP, itu yang masih dikaji," kata Rida.
Untuk diketahui, pertumbuhan konsumsi listrik ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Adapun target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mulanya ditargetkan 5,3 persen dipastikan tak akan tercapai. Kementerian keuangan pun telah menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa tumbuh 2,5 persen saja.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menuturkan saat ini diperlukan renegoisasi ulang antara PLN dengan IPP. Terlebih investor IPP juga terdampak convid-19.
"Ini perlu renegoisasi ulang yang saling menguntungkan (mutual benefit)," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (2/4).