Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Lockdown Picu Lesunya Manufaktur Dunia

Kebijakan karantina wilayah atau lockdown oleh pemerintah ikut menjadi faktor yang menyebabkan anjloknya manufaktur.
Anggota Kepolisian Nasional Filipina menghentikan kendaraan di pos pemeriksaan di Makati-Mandaluyong Bridge saat diberlakukan jam malam karena corona virus di Kota Mandaluyong, Metro Manila, Filipina, Senin (16/3/2020)./Bloomberg-Veejay Villafranca
Anggota Kepolisian Nasional Filipina menghentikan kendaraan di pos pemeriksaan di Makati-Mandaluyong Bridge saat diberlakukan jam malam karena corona virus di Kota Mandaluyong, Metro Manila, Filipina, Senin (16/3/2020)./Bloomberg-Veejay Villafranca

Bisnis.com, JAKARTA - Tak hanya di Asia, industri manufaktur hampir di seluruh dunia pada Maret mengalami pukulan paling berat. Wabah Corona memaksa banyak pabrik tutup dan menyebabkan kekacauan rantai pasokan.

Kebijakan karantina wilayah atau lockdown oleh pemerintah ikut menjadi faktor yang menyebabkan anjloknya manufaktur.

Angka di Asia dan Eropa menunjukkan aktivitas manufaktur turun tajam. Beberapa negara bahkan berada di level terendah sejak krisis keuangan lebih dari satu dekade lalu. Di Italia, indeks output turun ke level terendah sejak Juni 1997.

Indeks Jibun Bank Jepang berada di angka di 44,8. Sedangkan manufacturing Purchase Managers's Index (PMI) Korea Selatan sebesar 44,2, terburuk sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.

Sementara itu, PMI China menurut Caixin Media dan IHS Markit naik menjadi 50,6 dari 40,3 pada Februari. Output naik menjadi 50,6 dibandingkan dengan 28,6 dan pesanan baru juga naik.

Di Filipina manufacturing PMI turun menjadi 39,7, terendah sejak pencatatan dimulai pada 2016, dan Vietnam merosot ke 41,9. Adapun PMI Taiwan naik di atas 50.

Dilansir Bloomberg, Rabu (1/4/2020), lonjakan kasus di Italia, Spanyol, dan AS membuat perekonomian terhenti dan memberikan pukulan tambahan bagi negara-negara Asia yang telah berjuang melawan virus selama berbulan-bulan. Perusahaan dari produsen mobil Renault SA hingga pembuat suku cadang Johnson Matthey Plc telah menghentikan produksi di beberapa lokasi.

Di kawasan euro, manufaktur menyusut di Jerman, Prancis, dan Italia. Output rata-rata dan permintaan baru anjlok terbesar dalam hampir 11 tahun. Inggris juga melaporkan penurunan tajam dalam output pabrik dan lapangan kerja.

Adapun perusahaan-perusahaan melaporkan masalah keamanan pasokan meskipun telah memangkas pengadaan dan pengurangan staf.

"Kekhawatirannya adalah kita masih jauh dari puncak penurunan di sektor manufaktur. Penutupan perusahaan, karantina wilayah dan meningkatnya pengangguran cenderung memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pengeluaran di seluruh dunia, menghancurkan permintaan untuk beragam produk," kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di IHS Makit.

Menanggapi ancaman terhadap bisnis, pekerjaan dan mata pencaharian masyarakat, bank sentral telah memangkas suku bunga dan meningkatkan pembelian obligasi serta langkah-langkah likuiditas lainnya untuk menstabilkan pasar keuangan. Pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah besar stimulus untuk membantu konsumen dan bisnis.

Di Eropa tengah, di mana manufaktur adalah mesin pertumbuhan utama, pabrik-pabrik mengalami penurunan terdalam sejak setidaknya resesi global terakhir. Di Swedia, kepercayaan konsumen turun paling dalam pada saat perusahaan-perusahaan besar mulai menutup produksi.

Ada sedikit tanda pelonggaran pandemi di Eropa. Italia dan Belanda sedang mendiskusikan langkah perpanjangan karantina wilayah. Para pejabat Jerman juga memperingatkan bahwa keadaan masih bisa bertambah buruk. Di Jerman, perusahaan berlomba-lomba mengajukan bantuan keuangan pada pemerintah. Jumlah pengajuan mencapai sekitar US$500 ribu.

Sementara Eropa tampaknya menjadi pusat pandemi, situasi juga memburuk di AS. Survei manufaktur yang akan dirilis hari ini akan menunjukkan kontraksi terdalam pada manufaktur AS sejak 2009.

Di seluruh Asia, hampir semua indeks manajer pembelian regional kecuali China turun lebih jauh di bawah 50, garis pemisah antara kontraksi dan ekspansi. Jepang dan Korea Selatan membukukan catatan terburuk sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper