Bisnis.com, JAKARTA - Sudah dua belas hari penerapan bekerja dari rumah atau work from home guna menangkis penyeberan virus corona atau Covid-19.
Situasi saat ini bukan perkara yang mudah bagi masyarakat. Apalagi dilihat dari pengeluaran biaya energi, seperti biaya listrik dan gas elpiji.
Misalnya saja, Kristiana, ibu dari dua orang anak yang masih duduk di sekolah menengah atas, harus memutar otak dengan bujet rumah tangganya. Kondisi saat ini membuatnya hanya bergantung pada tabungan yang ada.
emasukan tetap yang bisa diandalkan. Toko elektronik yang berada di kawasan Glodok ini terpaksa tutup sejak akhir pekan lalu akibat makin ganasnya virus yang sedang mewabah ini.
Karena tak ada pemasukan harian, mau tak mau, hidupnya bergantung pada simpanan bulanannya. Ditiadakannya aktivitas sekolah selama 10 hari ini membuat kedua putra putrinya melakukan pembelajaran secara darling dimana dibutuhkan laptop, AC dan perangkat elektronik lainnya yang menyala sepanjang hari.
Alhasil, beban alokasi untuk listrik pun bertambah. "Ada corona, anak-anak belajar di rumah, AC nyala, laptop nyala, charging handphone terus. Sehari bisa masak lebih dari dua kali, mau pesan antar makanan takut enggak bersih, gas cepet habis, tapi enggak ada pemasukan harian," keluhnya kepada Bisnis, Rabu (24/3/2020).
Biasanya, dalam sebulan, Kristiana membayar sekitar Rp550.000 hingga Rp700.000 untuk listrik yang berkapasitas 2.200 VA. Namun dengan kondisi saat ini, pihaknya kembali menghitung alokasi beban rumah tangganya.
Terlebih lagi, tak tahu sampai kapan Virus Corona ini mereda sehingga bisa kembali beraktivitas seperti biasa. "Saya berharap ada diskon listrik untuk saat ini. Enggak tahu kan sampai kapan dan pasti listriknya bengkak," katanya.
Menanggapi keluhan konsumen PLN tersebut, Ketua Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan Pemerintah seharusnya memberikan subsidi atau insentif berupa pengurangan tarif listrik saat ini.
Hal itu dikarenakan selama WFH pendapatan masyarakat terganggu, apalagi konsumen yang mendasarkan pada upah harian. "Dalam sebulan ke depan pendapatan masyarakat pasti akan terganggu," ucapnya.
Menurutnya, kebijakan diskon ini sebaiknya ditanggung pemerintah sehingga pemerintah yang harus mengompensasi kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Kan pemetintah yang meminta masyarakat WFh, walaupun juga demi masyarakat," tuturnya.
Tulus menambahkan, pemberian kompensasi ini pun harus diberikan kepada kelompok yang rentan. Kelompok yang rentan terhadap efek corona tersebut yakni kelompok non subsidi kapasitas 900 VA dan 1.300 VA yang diberikan diskon tarif listrik
"Bukan hanya diskon tarif listrik saja tetapi diskon padam," ujar Tulus.
Di sisi lain, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing berharap PLN memberikan insentif berupa penurunan tarif listrik yang golongan rumah tangga yang mampu dan tak mampu di tengah situasi seperti ini.
"Fungsi dari PLN ini diutamakan pelayanan masyarakat bukan keuntungan semata. Perlu ada insentif berupa diskon tarif listrik untuk Kilo Watt Hour (Kwh)-nya karena wabah corona ini. Ini salah satu cara agar beban pekerja yang WFH bisa berkurang," terangnya.
Insentif pemberian diskon listrik ini bisa diberikan pada bulan Maret ini. Pada Maret tahun lalu, PLN memberikan diskon tarif Rp52 per Kwh dengan alasan harga minyak yang turun. Oleh karena itu, kondisi yang sama harga minyak turun dapat membuat PLN mendiskon tarif listriknya di bulan ini.
"Besarannya berapa, kami serahkan ke pemerintah. Pasti ada hitungannya. Kalau melihat keadaan sekarang, pemerintah bisa menurunkan 4 kali lipat Rp52 per Kwhnya karena harga mintak yang turun dan juga wabah corona. Hal ini holeh menjadi catatan khusus Kementerian BUMN untuk dapat menginstruksikan kepada PLN," tutur David.
DIDUKUNG HARGA MINYAK
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat kebijakan WFH sudah pasti akan mengurangi konsumsi sektor bisnis sekitar 30 persen lantaran berkurangnya pembeli dalam jumlah besar.
Namun, WFH justru akan menaikkan konsumsi listrik untuk sektor rumah tangga sekitar 20 persen. Hal ini karrna lantaran konsumen lebih banyak di rumah sehingga penggunaan AC pasti meningkat.
Dia menilai pemerintah ataupun PLN semestinya memberikan insentif ke semua pelanggan listrik bukan karena WFH tetapi karena harga minyak dunia turun drastis sehingga Indonesian Crude Price (ICP) juga menurun.
ICP merupakan salah satu variable penetapan tarif listrik. Dengan penurunan ICP ini, maka tarif listrik juga harus diturunkan sekitar 20 persen untuk semua pelanggan.
Insentif berupa penurunan tarif listrik ini bertujuan untuk menaikkan daya beli yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diskon tarif diberlakukan pada semua pelanggan, baik konsumen indistri maupun RT semua golongan
"Penurunan tarif listrik antara 20 persen hingga 30 persen dapat menaikkan daya beli masyarakat, yang lagi terpuruk, sehingga bisa menaikkan pengeluaran konsumsi yang dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi," kata Fahmy.
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo mengatakan rencana insentif tarif listrik ini akan diberikan untuk semua sektor.
Adapun saat ini yang sudah diberikan berupa diskon 30% kepada industri yang beroperasi 24 jam. Adapun diskon diberikan hanya pada jam-jam tertentu pukul 22.00-05.00 atau 06.00.
"Masih dibahas seperti apa insentifnya. Untuk diskon tarif ke masyarakat memang belum ada, baru ke industri," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (27/3).
Namun demikian, untuk meringankan beban listrik rumah tangga kapasitas 450 VA dan 900 VA, memang tengah disiapkan dan sedang dibicarakan bersama kementerian terkait.
"Tunggu saja nanti dari pemerintah," katanya.
Menghadapi situasi physical distance, PLN melakukan perubahan dalam pembacaan meter untuk tagihan rekening listrik bulan April 2020.
Pelanggan pascabayar PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya diminta untuk mengirimkan Identitas (Id) pelanggan dan foto angka yang terdapat pada kWh meter melalui email maupun aplikasi WhatsApp. Pelanggan cukup mengirimkan 1 kali saja selama Periode tanggal 23-29 Maret 2020.